Senin, 17 Januari 2011

PENGETAHUAN TENTANG ISPA PADA IBU YANG MEMILIKI BALITA SAKIT ISPA YANG BEROBAT KE PUSKESMAS

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan “Suatu penyakit Inpeksi yang menyerang saluran pernafasan mulai dari hidung sampai paru – paru dan bersifat akut” (Depkes RI, 1995). ISPA merupakan masalah kesehatan karena penyakit ISPA merupakan salah satu penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada golongan usia balita. “Besarnya masalah ISPA ini karena setiap anak diperkirakan mengalami 3 sampai 6 episode penyakit ISPA setiap tahunnya, berarti seorang balita rata – rata mendapat serangan ISPA 3 – 6 kali per tahun” (Ditjen PPM dan PLP, 1995).
Penyakit ISPA sebetulnya meliputi beberapa penyakit yang sebagian besar infeksinya hanya bersifat ringan seperti batuk pilek dan tidak memerlukan pengobatan dengan antibiotik. Keadaan demikian apabila dibiarkan anak akan menderita radang paru (pnemonia) yang bisa mengakibatkan kematian. Salah satu upaya yang dilakukan Departemen Kesehatan dalam mempercepat penurunan angka morbiditas dan mortalitas akibat ISPA adalah melalui Program Pemberantasan Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (P2.ISPA), dimana Program P2.ISPA ini menitikberatkan upaya pemberantasan penyakit infeksi saluran pernafasan akut pada penyakit pneumonia (Ditjen PPM dan PLP, 1993).
Disisi lain penyakit ISPA pada saat ini tidak dapat dicegah secara langsung melalui imunisasi, karena belum tersedianya vaksin yang khusus untuk mencegah penyakit ISPA. Sedangkan “penyakit pneumonia membunuh sangat cepat kecuali jika mendapat pertolongan medis” (Arthag, 1992).
Kejadian ISPA terkait erat dengan pengetahuan tentang ISPA yang dimiliki oleh masyarakat khususnya ibu, karena “ibu sebagai penanggungjawab utama dalam pemeliharaan kesejahteraan keluarga. Mereka mengurus rumah tangga, menyiapkan keperluan rumah tangga, merawat keluarga yang sakit, dan lain sebagainya. Pada masa balita dimana balita masih sangat tergantung kepada ibunya, sangatlah jelas peranan ibu dalam menentukan kualitas kesejahteraan anaknya” (Nadesul, 2002). Karena itu sangatlah diperlukan adanya penyebaran informasi kepada masyarakat mengenai ISPA agar masyarakat khususnya ibu dapat menyikapi lebih dini segala hal – hal yang berkaitan dengan ISPA itu sendiri.
Selain itu program P2ISPA yang dilakukan oleh Depkes sendiri mengupayakan agar istilah ISPA lebih dikenal di masyarakat melalui berbagai kegiatan penyuluhan dan penyebaran informasi lainnya.
Penyakit ISPA masih menjadi urutan pertama 10 penyakit terbesar dibeberapa Puskesmas di Indonesia. Hasil SKRT tahun 1997 penyakit ISPA menempati urutan teratas sebagai penyebab utama kematian pada anak berumur dibawah 1 tahun (36,4%).
Kematian akibat pneumonia sebagai penyebab utama ISPA di Indonesia pada akhir tahun 2000 sebanyak lima kasus diantara 1.000 bayi / balita. Berarti, akibat pneumonia, sebanyak 150.000 bayi / balita meninggal tiap tahun atau 12.500 korban per bulan atau 416 kasus sehari atau 17 anak per jam atau seorang bayi / balita tiap lima menit (www.profil medis.com, 2004).
Gambaran penyakit ISPA di Propinsi Lampung dari tahun ke tahun berdasarkan laporan kegiatan di Kabupaten / Kota menunjukkan adanya peningkatan kasus. Pada tahun 2003 kasus terbanyak terjadi di Kota Bandar Lampung sebesar 37,60% dan terendah di Kabupaten Tanggamus sebesar 2,17% (Profil Dinas Kesehatan Propinsi Lampung, 2003). Sedangkan untuk Kotamadya Metro selama bulan Januari sampai Maret 2004 jumlah kasus sebesar 20% (Profil Dinas Kesehatan Metro, 2004).
Berdasarkan data hasil prasurvei di ............... ..............., penyakit ISPA menempati urutan teratas dari sejumlah kasus penyakit infeksi yang diderita oleh anak khususnya balita.

Tabel 1. Persentase dan Jumlah Kasus ISPA pada ............... Tahun 2004.

No Bulan Jumlah Kunjungan Balita Jumlah Kasus ISPA Persentase
1 Januari 481 299 62%
2 Februari 450 267 59%
3 Maret 455 312 68%
4 April 330 243 73%
Sumber : Laporan Bulanan ..............., 2004
Berdasarkan tabel 1, tampak bahwa jumlah kasus ISPA cenderung terjadi peningkatan, lebih dari separuh balita yang berkunjung ke Puskesmas menderita ISPA. Untuk itulah peneliti ingin mengetahui bagaimana pengetahuan tentang ISPA pada ibu ynag memiliki balita sakit ISPA yang berobat ke ............... ................
B. Rumusan Masalah
Dengan melihat latar belakang diatas, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah “Bagaimana pengetahuan tentang ISPA pada ibu yang memiliki balita sakit ISPA yang berobat ke Puskesmas ............... ?”
C. Ruang Lingkup
Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah :
1. Sifat Penelitian : Deskriptif
2. Subyek Penelitian : Ibu yang memiliki balita sakit ISPA yang berobat ke Puskesmas ...............pada bulan April tahun 2004
3. Objek Penelitian : Pengetahuan tentang ISPA pada ibu yang memiliki balita sakit ISPA
4. Lokasi Penelitian : Di Puskesmas ...............
5. Waktu Penelitian : Pada tanggal 5 Mei sampai 30 Mei 2004.

D. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah diketahuinya pengetahuan tentang ISPA yang meliputi pengertian, penyebab, penggolongan, tanda dan gejala serta penanganan dari ISPA pada ibu yang memiliki balita yang berobat ke ............... ................

E. Manfaat Penelitian
1. Bagi Peneliti
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan khususnya mengenai infeksi saluran pernafasan akut dan penerapan ilmu yang didapat selama studi.
2. Bagi Lahan Praktek Puskesmas ...............
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan khususnya mengenai tingkat pengetahuan masyarakat diwilayah kerjanya tentang ISPA serta dapat meningkatkan program penyuluhan dan penyebaran informasi lebih lanjut kepada masyarakat.
3. Bagi Ibu yang Memiliki Balita Sakit ISPA
Informasi yang diperoleh dari penelitian ini diharapkan menambah wawasan dan pengetahuan ibu sehingga ibu dapat mendeteksi dini penyakit ISPA pada anak dan cara penanggulangannya.
4. Bagi Poltekkes Tanjungkarang Program Studi Kebidanan ..........
Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi masukan untuk memperluas wawasan mahasiswanya tentang ISPA.

TINJAUAN PENYEBAB DILAKUKANNYA CURETTAGE DI RUMAH SAKIT UMUM

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan barometer pelayanan kesehatan ibu disuatu negara. Bila AKI masih tinggi berarti pelayanan kesehatan ibu belum baik, sebaliknya bila AKI rendah berarti pelayanan kesehatan ibu sudah baik. Dikawasan Association of South East Asian Nations (ASEAN), Indonesia mempunyai AKI yang paling tinggi sebesar 390 per 100.000 kelahiran hidup. AKI di Indonesia bervariasi dari yang rendah 130 per 100.000 kelahiran hidup di Yogyakarta, 490 per 100.00 kelahiran hidup di Jawa Barat sampai paling tinggi 1.340 per 100.000 kelahiran hidup di Nusa Tenggara Barat, variasi ini disebabkan perbedaan norma, nilai, lingkungan,dan kepercayaan masyarakat disamping intrastruktur yang ada (Sarwono , 2001).
Penyebab utama kematian ibu yaitu abortus (terkomplikasi), eklampsia, partus macet, perdarahan post partum, sepsis puerperalis (Departemen Kesehatan, 1999). Sedangkan penyebab kematian ibu di Indonesia, seperti halnya negara lain yaitu perdarahan 30 – 35%, infeksi 20 – 25%. eklampsia 15 – 17%, dan lain – lain 5% (Manuaba , 1998). Berdasarkan data Dinas Kesehatan Tingkat I Lampung (2001), AKI di Lampung sebesar 1.056 per 100.000 kelahiran hidup. Penyebab kematian ibu di Propinsi Lampung yaitu perdarahan 43,24%, eklampsia 27,03%, infeksi 3,60%, partus lama 7,21%, aborsi 2,70% lain – lain 16,22% (Dinas Kesehatan Tingkat I , 2002).

Dari hasil data pre survei bulan Januari sampai Desember 2002 di Rumah Sakit Umum ............... terdapat 100 tindakan curettage dimana abortus incomplit yang terbesar sekitar 67% atau 67 orang dari seluruh pasien yang dilakukan curettage Data pasien yang melakukan curettage dapat dilihat pada tabel sebagai berikut:

Tabel 1. Data Tindakan Curettage di Rumah Sakit Umum …… Periode Januari – Desember 2002

No Penyebab Curettage Jumlah Persentase
1 Abortus inkomplit 67 67%
2 Plasenta Rest 8 8%
3 Mola hydatidosa 4 4%
4 Retensio placenta 8 8%
5 DUB 2 2%
6 Blightea ovum 3 3%
7 PPH 6 6%
8 Missed abortion 1 1%
9 Abortus Infeksiosa 1 1%
Jumlah 100 100%
Sumber : Rumah Sakit Umum ...............

Dari masalah di atas penulis tertarik untuk melakukan penelitian yaitu “Penyebab Dilakukannya curettage Di Rumah Sakit Umum ...............”.

B. Perumusan Masalah
Dari uraian masalah pada latar belakang , maka penulis merumuskan masalah penelitian yaitu “Apakah penyebab dilakukannya curettage di Rumah Sakit Umum ...............?”

C. Ruang Lingkup Penelitian
Dalam penelitian ini penulis membatasai ruang lingkup penelitian sebagai berikut :
1. Sistem Penelitian : Deskriptif.
2. Subjek Penelitian : Pasien yang dilakukan curettage di Rumah Sakit Umum ................
3. Objek Penelitian : Curettage di Rumah Sakit Umum ................
4. Lokasi Penelitian : Rumah Sakit Umum ................
5. Waktu Penelitian : Tanggal 5 Januari 2004.

D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Diketahuinya data penyebab dilakukannya curettage dan meramalkan angka kejadian yang akan datang di Rumah Sakit Umum ................

2. Tujuan Khusus
Dengan memperhatikan rumusan masalah yang telah dikemukakan, maka tujuan khusus penelitian ini adalah :
a. Diketahui penyebab dilakukan curettage karena abortus inkomplit dan angka kejadian yang akan datang di Rumah Sakit Umum ................
b. Diketahui penyebab dilakukan curettage karena placenta rest dan angka kejadian yang akan datang di Rumah Sakit Umum ............... .
c. Diketahui penyebab dilakukan curettage karena retensio placenta dan angka kejadian yang akan datang di Rumah Sakit Umum ................
d. Diketahui penyebab dilakukan curettage karena blightea ovum dan angka kejadian yang akan datang di Rumah Sakit Umum ................
e. Diketahui penyebab dilakukan curettage karena mola hydatidosa dan angka kejadian yang akan datang di Rumah Sakit Umum ................
f. Diketahui penyebab dilakukan curettage karena DUB da angka kejadian yang akan datang di Rumah Sakit Umum ................
g. Diketahui penyebab dilakukan curettage karena PPH dan angka kejadian yang akan datang di Rumah Sakit Umum ................
h. Diketahui penyebab dilakukan curettage karena missed abortion dan angka kejadian yang akan datang di Rumah Sakit Umum ................
i. Diketahui penyebab dilakukan curettage karena abortus infeksiosa dan angka kejadian yang akan datang di Rumah Sakit Umum ................

E. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat kepada :
1. Rumah Sakit Umum ................
Diharapkan pasien dapat mengetahui dengan baik sebab – sebab dilakukannya curettage.
2. Instansi Pendidikan Program Pendidikan Kebidanan ……….
Sebagai bahan bacaan di perpustakaan dan dapat dijadikan bahan perbandingan untuk melakukan penelitian lain atau yang serupa berkaitan dengan curettage agar dapat disempurnakan lagi.
3. Penulis
Dalam penelitian ini diharapkan dapat mengetahui dengan jelas penyebab dilakukannya curettage sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan tentang ilmu kebidanan serta sebagai penerapan ilmu yang telah didapat selama ini.

KARAKTERISTIK KANKER SERVIKS DI RUANG KEBIDANAN RSUD

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Salah satu masalah yang sering terjadi pada wanita baik di negara Eropa maupun negara – negara berkembang seperti Indonesia adalah peningkatan penyakit kanker serviks. Frekwensi relatif di Indonesia adalah 27% berdasarkan data patologik. Secara keseluruhan mempunyai urutan ke – 5 berdasarkan data Pusat Patologi Indonesia dari 13.644 kasus mempunyai frekwensi tertinggi yaitu 27% atau 36% dari 10.233 kasus pada wanita. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya kanker serviks di antaranya adalah kawin di usia muda, pendidikan, pekerjaan dan tingginya sering melahirkan. (FKUI Jakarta, 2000).
Pembangunan kesehatan pada hakekatnya merupakan penyelenggaraan upaya kesehatan untuk mencapai kemampuan hidup sehat bagi setiap penduduk untuk dapat mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal, yaitu sempurnanya kesehatan fisik dan mental. Pembangunan kesehatan itu merupakan salah satu unsur kesejahteraan umum dari tujuan pembangunan nasional yang harus dicapai oleh Bangsa Indonesia seperti yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945. Upaya pembangunan bidang kesehatan tidak hanya terfokus pada upaya peyembuhan saja, tetapi upaya tersebut secara berangsur – angsur berkembang ke arah promotif, preventif dan rehabilitatif. (Depkes, 1999)
Problem kesehatan saat ini merupakan suatu masalah yang kompleks. Oleh sebab itu perlu adanya suatu tatanan yang mantap baik dari segi pelayanan maupun metode dan strategi yang dilakukan. Salah satu upaya pembangunan bidang kesehatan tersebut diwujudkan dalam usaha untuk meningkatkan derajat kesehatan para ibu karena banyaknya kasus – kasus penyakit yang terjadi pada wanita, terutama mengenai masalah yang menyangkut organ – organ reproduksi. Hal inilah yang banyak dijumpai, tentunya kita sepakat bahwa kedalam kelalaian dalam menghadapi hal tersebut akan mengakibatkan menurunnya keadaan kesehatan ibu, bahkan keadaanya akan semakin memburuk dilihat dari segi morbiditas dan mortalitasnya. (Profil Propinsi Lampung, 2001).
Deteksi dini kanker serviks, karena penyakit kanker merupakan salah satu penyakit masa depan disamping penyakit degeneratif lain seperti kardiovaskuler, dan sudah dapat dipastikan bahwa deteksi dan diagnosa dini serta penanganan terapi yang adekuat akan menghasilkan prognosa yang baik, dan dengan cara itu penyakit kanker tidak perlu ditakuti serta dengan perkembangan ilmu pengetahuan kedokteran yang pada gilirannya akan dapat digunakan untuk meningkatkan pelayanan kesehatan masyarakat di Rumah Sakit, Puskesmas dan praktek pribadi. (FKUI Jakarta, 2000).
Dalam prasurvey bulan April 2004 di Rumah Sakit Umum Daerah ............... terdapat 44 responden dengan kanker serviks yang sudah berada pada stadium lanjut ketika datang ke rumah sakit. Atas dasar tersebut penulis ingin meneliti bagaimanakah karakteristis kanker serviks.

B. Rumusan Masalah
Dari uraian data – data yang terdapat pada latar belakang di atas, maka diperoleh rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu : “bagaimanakah karakteristik kanker serviks di RSUD ............... ?”
C. Ruang Lingkup Penelitian
Adapun ruang lingkup dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Sifat penelitian adalah : deskriptif
2. Subyek penelitian adalah : karakteristik penderita kanker serviks.
3. Obyek penelitian adalah : ibu-ibu dengan kanker serviks
4. Tempat penelitian ` : di Ruang Kebidanan RSUD .........
5. Waktu penelitian : tanggal 22 Mei 2004 sampai dengan 21 Juni 2004

D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Adapun tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran karakteristik ibu dengan kanker serviks di RSUD ............... tahun 2003.

2. Tujuan Khusus
Dengan memperhatikan masalah dan permasalahan yang dikemukakan diatas maka tujuan khusus dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Diketahuinya umur sebagai karakteristik kanker serviks.
b. Diketahuinya tingkat pendidikan sebagai karakteristik kanker serviks.
c. Diketahuinya jenis pekerjaan sebagai karakteristik kanker serviks.
d. Diketahuinya jumlah anak sebagai karakteristik kanker serviks.


E. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi :
1. Bagi RSU...........
Agar lebih meningkatkan kinerja dalam mengupayakan penyuluhan tentang bagaimana deteksi dini kanker serviks, bagi ibu – ibu yang sudah menikah dan berumur di atas 30 tahun, sebaiknya memeriksakan diri dengan pap smear untuk mengetahui gejala kangker serviks.

2. Peneliti
Untuk menambah pengetahuan dan wawasan dalam penelitian serta menerapkan ilmu yang telah didapat selama studi khususnya metodologi penelitian dalam rangka menganalisa masalah kebidanan khususnya penderita kanker serviks.

3. Instansi Pendidikan
Sebagai sumber bahan bacaan diperpustakaan dan referensi awal penelitian selanjutnya bagi perpustakaan di instansi pendidikan.

4. Bagi Masyarakat
Agar masyarakat terutama bagi calon ibu yang berusia kurang dari 20 tahun sebaiknya menunda perkawinan dan bagi ibu – ibu yang sudah menikah setialah pada pasangannya.

GAMBARAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI IBU MENYUSUI DALAM MEMBERIKAN MAKANAN PENDAMPING ASI TERLALU DINI DI DESA

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Anak merupakan penerus cita – cita bangsa, maka anak harus mendapatkan perhatian khusus. Menurut penelitian WHO di seluruh dunia kematian bayi khususnya neonatal sebesar 10.000 jiwa per tahun. (Manuaba 1998 : 3). Di Indonesia AKI dan AKB masih tinggi yaitu 334 per 100.000 kelahiran hidup dan 21,8 per 1.000 kehaliran hidup. (Saifuddin 2002).
Di Desa ............... angka kesakitan bayi dan menurut survey yang dilakukan terhadap 15 anak yang menderita diare + 3 – 4 kali dalam setahun, dan yang mengalami obesitas atau kelebihan berat badan terdapat 13 bayi dari 50 anak yang diberikan makanan pendamping ASI terlalu d ini.
Upaya untuk mewujudkan penurunan angka kematian bayi, kesakitan bayi dan anak dimulai dengan peran ibu dalam menyusui. Rekomendasi WHO / UNICEF pada pertemuan tahun 1979 di Genewa tentang makanan bayi dan anak yang berisikan : menyusukan merupakan bagian terpadu dari proses reproduksi yang memberikan makanan bayi secara ideal dan alamiah serta merupakan dasar biologik dan psikologik yang dibutuhkan untuk pertumbuhan. Memberikan susu formula sebagai makanan tambahan dengan dalih apapun pada bayi baru lahir harus dihindarkan (Sarwono, 1994 : 264).
Air Susu Ibu (ASI) adalah makanan baik untuk bayi, tidak ada satupun makanan lain yang dapat menggantikan ASI, karena ASI mempunyai kelebihan yang meliputi 3 aspek yaitu : aspek gizi, aspek kekebalan, dan aspek kejiwaan, berupa jalinan kasih sayang yang penting untuk perkembangan mental dan kecerdasan anak. Pada usia 0 – 4 bulan bayi cukup diberi ASI saja (pemberian ASI ekslusif) karena produksi ASI pada periode tersebut sudah mencukupi kebutuhan bayi untuk tumbuh kembang yang sehat. (Departemen Kesehatan, 1995 : 23)
Pemberian makanan selain ASI pada umur 0 – 4 bulan dapat membahayakan bayi, karena bayi belum mampu memproduksi enzim untuk mencerna makanan selain ASI. Apabila pada periode ini bayi dipaksa menerima makanan selain ASI, akan timbul gangguan kesehatan pada bayi seperti diare, alergi dan bahaya lain yang fatal. Tanda bahwa ASI ekslusif memenuhi kebutuhan bayi antara lain : bayi tidak rewel, dan tumbuh sesuai dengan grafik pada Kartu Menuju Sehat (KMS). Agar pemberian ASI ekslusif dapat berhasil, selain tidak memberikan makanan lain, perlu diperhatikan cara menyusui yang baik dan benar : tidak dijadwal, diberikan sesering mungkin. Kegagalan pemberian ASI eksklusif akan menyebabkan berkurangnya jumlah sel otot bayi sebanyak 15 – 20% sehingga menghambat perkembangan kecerdasan bayi pada tahap selanjutnya. Air Susu Ibu (ASI) mampu memenuhi kebutuhan gizi bayi untuk tumbuh kembang dan menjadi sehat sampai ia umur 4 bulan. (Dep Kes RI, 1995 : 24).
Setelah bayi berumur 4 bulan, ASI saja tidak mampu lagi memenuhi kebutuhan gizi bayi. Oleh karenanya, setelah lewat umur 4 bulan, bayi perlu mendapat makanan tambahan atau Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI). Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) diberikan kepada bayi secara bertahap sesuai dengan pertumbuhan umur, pertumbuhan badan dan perkembangan kecerdasannya (Departemen Kesehatan RI, 1996 : 7).
Melihat begitu unggulnya ASI ekslusif, maka sangat disayangkan bahwa pada kenyataan penggunaan ASI ekslusif belum seperti yang kita harapkan. Penggunaan ASI yang dianjurkan adalah sampai umur 4 – 6 bulan, bayi hanya diberi ASI, kemudian pembuatan ASI diteruskan sampai umur 2 tahun bersama dengan makan tambahan. Kenyataan di Indonesia yang dilaporkan oleh demographic dan Healt Survey WHO tahun 1986 – 1989 walaupun prosentase bayi yang mendapat ASI cukup tinggi (96%) namun pemberian ASI secara ekslusif selama 4 – 6 bulan hanyalah 36%. Hal ini kebiasaan buruk dimiliki oleh masyarakat yaitu memberikan makanan selain ASI saja tanpa diselingi makanan lain sampai usia 0 – 4 bulan tidak mencukupi kebutuhan nutrisi bayi. (Rulina, 1992 : 211).
Hasil pra survey di desa ............... penggunaan ASI secara ekslusif belum banyak diketahui oleh masyarakat, dimana dari 50 ibu yang sedang menyusui 37 orang telah memberikan makanan pendamping ASI sejak bayi berusia kurang dari 4 bulan. Jadi ibu yang menyusui telah memberikan makanan pendamping ASI sebelum waktunya. Hal ini dipengaruhi oleh tingkat kepercayaan masyarakat yaitu apabila bayi hanya diberi ASI saja maka bayi akan kurus dan rewel.
Dari uraian pada latar belakang penulis ingin mengetahui faktor – faktor yang mempengaruhi diberikannya makanan pendamping ASI terlalu dini di Desa ............... bulan Mei – Juni 2004.

B. Perumusan Masalah
Dari data yang ada dilatar belakang penulis dapat merumuskan masalah yang ada di Desa ............... yaitu : “Faktor – faktor apakah yang mempengaruhi ibu menyusui dalam memberikan makanan pendamping ASI terlalu dini ?”.

C. Ruang Lingkup Penelitian
Di dalam penelitian ini penulis menetapkan ruang lingkup penelitian dengan variabel.
1. Sifat penelitian : Studi deskriptif
2. Obyek penelitian : Faktor – faktor yang mempengaruhi diberikannya makanan pendamping ASI terlalu dini.
3. Subyek penelitian : Ibu menyusui yang memberikan makanan pendamping ASI sebelum bayi berusia 4 bulan.
4. Lokasi Penelitian : Desa ...............
5. Waktu penelitian : Tanggal 25 Mei 2004 – 9 Juni 2004

D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan masalah yang ada, maka peneliti menetapkan tujuan umum dan tujuan khusus dari penelitian ini adalah :
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran faktor – faktor yang mempengaruhi ibu menyusui dalam memberikan makanan pendamping ASI terlalu dini di desa ............... bulan Mei – Juni 2004.
2. Tujuan Khusus
Didalam penelitian ini ditetapkan tujuan khusus yaitu :
a. Untuk memperoleh gambaran tentang tingkat pengetahuan ibu menyusui yang memberikan makanan pendamping ASI terlalu dini.
b. Untuk memperoleh gambaran tentang tingkat pendidikan ibu yang memberikan makanan pendamping ASI terlalu dini.
c. Untuk memperoleh gambaran tentang sosial budaya keluarga yang memberikan makanan pendamping ASI terlalu dini.
d. Untuk memperoleh gambaran pekerjaan ibu menyusui yang memberikan makanan pendamping ASI terlalu dini.
e. Untuk memperoleh gambaran usia ibu menyusui yang memberikan makanan pendamping ASI terlalu dini.

E. Manfaat Penelitian
Dari hasil penelitian faktor – faktor yang mempengaruhi diberikan Makan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) terlalu dini diharapkan dapat bermanfaat :
1. Untuk Institusi Pendidikan
Sebagai bahan masukan pada institusi pendidikan agar dalam melaksanakan PKMD dapat merencanakan penyuluhan tentang pemberian makanan pendamping ASI.

2. Untuk Institusi Pelayanan
Sebagai bahan masukan bagi institusi terkait khususnya Puskesmas dan Dinas Kesehatan dalam peningkatan penyuluhan tentang pemberian makanan tambahan atau pendamping ASI.
3. Untuk Peneliti
Dapat menambah pengalaman dalam bidang penelitian, khususnya mengenai makanan pendamping ASI.

PENGETAHUAN IBU BERSALIN TENTANG RAWAT GABUNG DI RUANG KEBIDANAN RUMAH SAKIT UMUM

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Garis – Garis Besar Haluan Negara (GBHN) 1999 – 2004 dan Program Pembangunan Nasional (Propenas) mengamanatkan bahwa pembangunan diarahkan pada meningkatnya mutu sumber daya manusia. Modal dasar pembentukan manusia berkualitas dimulai sejak bayi dalam kandungan disertai dengan pemberian air susu ibu sejak usia dini. “Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Indah Sukmaningsih melaporkan, berdasarkan penelitian WHO 1,5 juta bayi di dunia meninggal karena tidak diberi air susu ibu” (www. Glorianet, 2000).
Pentingnya rawat gabung untuk memudahkan pemberian ASI, karena pemberian ASI ekslusif memberi dampak positif, hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian di RSCM yaitu “angka mortalitas bayi pada rawat pisah 0,4%, sedangkan pada rawat gabung 0,05%. Angka morbiditas bayi pada rawat pisah 17,9% sedangkan pada rawat gabung 2,13%. Dan lama perawatan pada rawat pisah 4,7 + 2,6 hari sedangkan pada rawat gabung 2,5 + 1,5 hari”. (FKUI, 1992 : 8).
Rawat gabung merupakan metode perawatan yang merawat bayi baru lahir disamping ibunya, hingga ibu dan bayinya dirawat dalam satu kesatuan. Diharapkan tujuan yang diperoleh dengan cara rawat gabung ini ialah memberi kesempatan kepada ibu mendapat pengalaman cara merawat bayinya sedini mungkin. Menurut ISA (dalam FKUI : 1992, 28) tujuan lain yang diperoleh dari rawat gabung ialah meningkatkan penggunaan ASI dalam rangka meningkatkan pemberian ASI pada bayi “Dengan adanya rawat gabung diharapkan hubungan batin ibu dan bayi yang ditimbulkan oleh kontak kulit paling sensitif 12 jam pertama terjalin, makin dini dan makin lama kontak bayi dan ibu, makin banyaklah produksi air sus09u ibu “ (FKUI, 1992 : 1)
Konvensasi hak – hak anak tahun 1990 antara lain menegaskan bahwa tumbuh kembang secara optimal merupakan salah satu hak anak. Berarti ASI selain merupakan kebutuhan, juga merupakan hak azasi bayi yang harus dipenuhi oleh orang tuanya. “Hal ini telah dipopulerkan pada pekan ASI sedunia tahun 2000 bahwa memberikan ASI adalah merupakan hak azasi ibu, sedangkan mendapatkan ASI juga merupakan hak azasi bayi”. (www.BKKBN, 2000)
Air Susu Ibu (ASI) telah dibuktikan dan diakui sebagai makanan utama bagi bayi baru lahir yang mampu memenuhi kebutuhan zat gizi bagi pertumbuhan bayi hingga usia 4 – 6 bulan, dengan tehnik menyusui yang benar dan jangka waktu lamanya pemberian ASI. “Menurut WHO pemberian selain ASI akan mempunyai resiko 17 kali lebih besar mengalami diare, dan 3 sampai 4 kali lebih besar kemungkinan terkena infeksi Saluran Pernafasan dibandingkan bayi mendapat ASI” (Saifuddin, 2002 : 1).
Menurut WHO pemberian ASI ekslusif diberikan dengan batas usia 0 – 6 bulan (Depkes RI, 2003 : 3). Hal ini didukung dengan adanya Undang – Undang RI No. 25 tahun 2000 tentang tingkat pencapaian pemberian ASI Ekslusif ibu kepada bayinya harus mencapai 80% (Saifuddin, 2003 : 3). “Menurut SDKI 1997 di Indonesia menunjukkan sebanyak 8,3% bayi baru lahir mendapat air susu ibu dalam 1 jam setelah lahir dan 53% bayi mendapat air susu ibu pada hari pertama” (www.BKKBN, 2000). “Pada Propinsi Lampung pemberian ASI ekslusif pada bayi 0 – 4 bulan adalah 24,2 – 32% (Profil Kesehatan Lampung, 2003).
Dari data prasurvey yang diperoleh di Rumah Sakit Umum ..............., ibu yang melahirkan normal pada bulan Maret 2004 sebanyak 19 orang, yang semuanya dilakukan rawat gabung, 3 diantara 5 orang ibu yang bersalin tidak segera memberikan ASI dengan alasan ASI belum keluar, dan sebagian ibu belum mengerti manfaat kontak kulit sedini mungkin.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : “Bagaimanakah pengetahuan ibu bersalin tentang rawat gabung di Ruang Kebidanan Rumah Sakit Umum ............... ?

C. Ruang Lingkup
Dalam rangka penelitian ini ruang lingkup penelitian sebagai berikut :
1. Jenis Penelitian : Deskriptif
2. Subjek Penelitian : Ibu bersalin yang dilakukan rawat gabung di
Ruang Kebidanan Rumah Sakit Umum ................
3. Objek Penelitian : Pengetahuan ibu bersalin tentang Rawat Gabung.
Lokasi Penelitian : Ruang Kebidanan Rumah Sakit Umum ………..
5. Waktu Penelitian : Tanggal ……….
D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah mengetahui gambaran tentang pengetahuan ibu bersalin tentang rawat gabung di Rumah Sakit Umum ................

2. Tujuan Khusus
a. Diketahuinya gambaran pengetahuan ibu bersalin pada tingkat tahu tentang rawat gabung di Rumah Sakit Umum ................
b. Diketahuinya gambaran pengetahuan ibu bersalin pada tingkat memahami tentang rawat gabung di Rumah Sakit Umum ................
c. Diketahuinya gambaran pengetahuan ibu bersalin pada tingkat aplikasi tentang rawat gabung di Rumah Sakit Umum ................

E. Manfaat Penelitian
Pada penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi :
1. Untuk Dilahan Praktek Ruang Kebidanan Rumah Sakit Umum ................
Sebagai masukan bagi rumah sakit khususnya kepada kepala Rumah Sakit agar meningkatkan fungsi rawat gabung dalam upaya gerakan sayang ibu dan bayi sehingga pemberian ASI sedini mungkin dapat ditingkatkan.

2. Untuk Petugas Kesehatan
Informasi yang diperoleh dari penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan peran petugas kesehatan dalam memberikan informasi tentang rawat gabung sehingga ibu bersalin dapat mengerti dan memahami serta menyadari pentingnya menyusui sedini mungkin dan pentingnya kontak kulit sedini mungkin.

GAMBARAN FAKTOR PENYEBAB AKSEPTOR TIDAK MELANJUTKAN PENGGUNAAN KONTRASEPSI IUD DI RB

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Keluarga sebagai unit terkecil dalam kehidupan berbangsa diharapkan menerima Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera (NKKBS) yang berorientasi pada “Catur Warga” atau Zero Population Grow (pertumbuhan seimbang) yang menghasilkan keluarga berkualitas. (Manuaba, 1998). Sasaran utama program Keluarga Berencana (KB) adalah Pasangan Usia Subur (PUS). Dalam hal ini gerakan Keluarga Berencana tidak hanya meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak, namun yang lebih penting lagi adalah kontribusi KB dalam meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) dan keluarga yang pada akhirnya akan meningkatkan kualitas bangsa. (Mochtar , 1998).
Berbagai usaha di bidang gerakan KB sebagai salah satu kegiatan pokok pembangunan keluarga sejahtera telah dilakukan baik oleh pemerintah, swasta maupun masyarakat sendiri. (Mochtar, 1998). Usaha ini antara lain dengan senantiasa memberikan kesempatan seluas – luasnya kepada PUS untuk ikut berpatisipasi dalam menciptakan NKKBS melalui pemakaian alat kontrasepsi.
Intra Uterine Devices (IUD) merupakan alat kontrasepsi metode efektif mekanis, dipandang dari segi efektivitasnya IUD mempunyai efektivitas yang cukup tinggi dalam mencegah kehamilan yaitu berkisar antara 1,53 per 100 wanita per tahun pertama dan menjadi rendah pada tahun – tahun berikutnya. Dari angka keefektivan tersebut maka dengan pemakaian IUD diharapkan menekan terjadinya kenaikan angka kelahiran di Indonesia sehingga akan terbentuk keluarga yang berkualitas. (Manuaba, 1998).
Hal ini karena perkembangan di lapangan menunjukkan bahwa dalam menggalakkan pemakaian IUD sangat ditekankan oleh Petugas Lapangan Keluarga Berencana (PLKB) untuk mendapatkan peserta KB IUD sebanyak – banyaknya, tanpa dipertanyakan ataupun dievaluasi apakah dengan cara itu kecenderungan menurunnya pemakaian IUD bisa dihentikan. (BKKBN, 2004).
Data tahun 1971 menunjukkan 55,3% peserta KB aktif adalah pemakai IUD, pada tahun 1997 menurun menjadi 21,5%. Penurunan ini juga terlihat dari Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) yaitu tahun 1991 adalah 13,3% dari 49,7% PUS yang ber-KB. Tahun 1994 mengalami penurunan yaitu menjadi 10,3% dari 54,7% PUS ber-KB dan menurun lagi pada tahun 1997 menjadi 8,1% dari 57,4% PUS ber-KB.
Di Provinsi Lampung terjadi penurunan penggunaan kontrasepsi IUD setiap tahunnya. Pada tahun 2001 akseptor IUD 3,38%, pada tahun 2002 turun menjadi 2,88 %, kemudian tahun 2003 lebih rendah lagi pencapaiaanya hanya 2,67 %.
Selanjutnya di RB Al-Anies juga terjadi penurunan pada tahun 2001 yaitu 7,5 % kemudian tahun 2002 turun sedikit menjadi 7,2 %, namun pada tahun 2003 terjadi penurunan yang cukup besar yaitu menjadi 5,3 %. Kondisi ini merupakan tantangan bagi gerakan Keluarga Berencana untuk mensukseskan gerakan program Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKPJ) khususnya IUD. (BKKBN, 2004).
Penggunaan kontrasepsi Intra Uterine Devices (IUD) lebih sering digunakan karena efektifitasnya tinggi namun ada beberapa hal yang menyebabkan penggunaan IUD tidak berlanjut, hal ini diantaranya disebabkan oleh efek samping yang merupakan alasan medis utama dari penghentian pemakaian IUD yaitu kira –kira 4 – 15 % dalam satu tahun disamping kehamilan dan ganti cara kontrasepsi lain. (Hartanto, 2002).
Berdasarkan data di atas penulis akan melaksanakan penelitian tentang faktor – faktor yang menjadi penyebab akseptor tidak melanjutkan penggunaan kontrasepsi IUD di ................

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah maka diperoleh rumusan dalam penelitian ini yaitu “Bagaimanakah gambaran faktor-faktor penyebab akseptor tidak melanjutkan penggunaan kontrasepsi IUD di Rumah Bersalin ............... ?”.

C. Ruang Lingkup Penelitian
Untuk memperjelas arah dan sasaran penelitian serta masalah yang akan dibahas, maka diadakan pembahasan masalah. Penelitian ini terdiri dari variabel mandiri yaitu faktor – faktor yang mempengaruhi penurunan jumlah pemakaian alat kontrasepsi IUD.

1. Sifat Penelitian : Deskriptif
2. Subyek Penelitian : Akseptor yang tidak melanjutkan penggunaan kontrasepsi IUD.
3. Obyek Penelitian : Faktor penyebab akseptor tidak melanjutkan penggunaan kontrasepsi IUD.
3. Lokasi Penelitian : RB ...............
4. Waktu Penelitian : Tanggal 10 Mei – 5 Juni 2004

D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Tujuan dari penulisan Karya Tulis Ilmiah ini adalah untuk mengetahui gambaran faktor penyebab akseptor tidak melanjutkan penggunaan kontrasepsi IUD di RB ................

2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus yaitu untuk mengetahui gambaran faktor penyebab akseptor tidak melanjutkan penggunaan kontrasepsi IUD dikarenakan.
a. Faktor efek samping yaitu saat pemasangan IUD dan efek samping dikemudian hari.
b. Faktor kehamilan yang mencakup terjadinya kehamilan dan berakhirnya kehamilan.
c. Faktor ganti cara alat kontrasepsi lain.


E. Manfaat Penelitian
1. Bagi Akseptor
Akseptor KB diharapkan dapat bertambah pengetahuan tentang kontrasepsi IUD sehingga lebih mantap menggunakan IUD lagi atau memilih kontrasepsi yang lebih sesuai dan efektif bagi dirinya.

2. Pendidikan Poltekes Tanjung Karang Program Studi Kebidanan………..
Dapat menambah pengetahuan mahasiswa dan bahan pustaka bagi pendidikan.

3. Tempat penelitian
Sebagai evaluasi dan meningkatkan peserta KB aktif IUD pada waktu mendatang.

FAKTOR-FAKTOR ALASAN IBU MENGGANTI KONTRASEPSI PIL DENGAN KONTRASEPSI SUNTIK DI PUSKESMAS

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Sejak Pelita V (1989 – 1994) Program Keluarga Berncana (KB) adalah gerakan masyarakat yang menghimpun dan mengajak segenap potensi masyarakat untuk berpartisipasi aktif dalam melembagakan dan membudayakan Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera (NKKBS) dalam rangka meningkatkan mutu dan Sumber Daya Manusia Indonesia. Hasil sensus penduduk tahun 1990 menunjukan bahwa gerakan KB Nasional telah berhasil merampungkan landasan pembentukan keluarga kecil, dalam rangka pelembagaan dan pembudayaan NKKBS. (Wiknjosostro, 1999 : 902).
Program Keluarga Berencana nasional bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak serta mewujudkan keluarga kecil yang bahagia sejahtera melalui pengendalian kelahiran dan pertumbuhan penduduk, melalui usaha untuk penurunan tingkat kelahiran penduduk dengan peningkatan jumlah dan kelestarian akseptor dan usaha untuk membantu peningkatan kesejahteraan ibu dan anak, perpanjangan harapan hidup, menurunnya tingkat kematian bayi dan balita, serta menurunnya kematian ibu karena kehamilan dan persalinan. (Hartanto H, 2002 : 388).
Searah dengan GBHN 1999 yang dijabarkan dalam Propenas (2000) program KB Nasional di Propinsi Lampung telah menunjukan perkembangan. Berdasarkan hasil SDKI 2000 – 2003, angka TFR Propinsi Lampung adalah 2,7 hal ini menunjukan masih diatas rata-rata TFR Nasional 2,6. Tetapi dibandingkan dengan TFR Propingsi Lampung hasil SDKI 1997 yaitu 2,91 menujukan penurunan 0,21 point. Menurunnya angka fertilitas tersebut didorong antara lain oleh meningkatnya tingkat pendidikan wanita, penundaan usia perkawinan dan usia melahirkan, serta bertambah panjangnya jarak antara kelahiran anak. (BKKBN, 2004 : 9).
Adapun pengguna konstrasepsi oleh peserta KB baru selama tahun 2003, sangat didominasi oleh suntikan 50,36 prosen, pil 40,90 prosen, IUD 2,67 prosen, MOW 0,22 prosen, Implan 4,30 prosen, Kondom 1,37 prosen dan MOP 0,03 prosen. Sedangkan pada tahun 2003 peserta KB baru yang menggunakan kontrasepsi suntikan meningkat sebanyak 50,35 prosen yang sebelumnya 49,52 prosen tahun 2002. Pengguna kontrasepsi pil menurun dari 42,37 prosen menjadi 40,90 prosen pada tahun 2003. (BKKBN, 2004 : 10).
Angka cakupan hasil pelayanan peserta KB yang berada di Kabupaten Lampung Utara adalah : IUD 2,35 prosen, MOP 0,13 prosen, MOW 0,44 prosen, Implan 5,35 prosen, Suntik 40,51prosen, pil 41,07 prosen dan Kondom 2,15 prosen. (BKKBN, 2004).
Berdasarkan hasil prasurvey yang penulis lakukan di Puskesmas Bukit Kemuning Kabupaten Lampung Utara, jumlah akseptor KB baru periode Januari 2003 sampai Januari 2004 kontrasepsi suntik sejumlah 193 orang (65,64 prosen) dan kontrasepsi pil sejumlah 51 orang (17,34 prosen). Dan ada 47 akseptor yang berganti cara dari kontrasepsi pil menjadi kontrasepsi suntik.
Mengacu pada hal tersebut diatas, maka penulis mencoba melakukan penelitian melalui wawancara kepada sejumlah wanita usia subur di Puskesmas Bukit Kemuning, yang mengganti kontrasepsi pil dengan kontrasepsi suntik.

B. Rumusan Masalah
Dari uraian pada latar belakang masalah, maka diperoleh rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu “apakah faktor-faktor yang menyebabkan ibu menganti kontrasepsi pil dengan kontrasepsi suntik ?”.

C. Ruang Lingkup Penelitian
Dalam masalah ini penulis membatasi ruang lingkup penelitian dengan :
1. Jenis penelitian : Deskriptif
2. Subjek penelitian : Ibu-ibu yang mengganti kontrasepsi pil dengan kontrasepsi suntikan.
3. Objek penelitian : Faktor-faktor alasan ibu mengganti kontrasepsi pil dengan kontrasepsi suntik.
4. Lokasi penelitian : Puskesmas ................
5. Waktu penelitian : Bulan Mei – Juni 2004

D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mendapatkan gambaran tentang alasan ibu-ibu akseptor KB pil berubah menjadi akseptor KB suntik.

2. Tujuan Khusus
a. Diketahuinya alasan ibu mengganti kontrasepsi pil dengan kontrasepsi suntik ditinjau dari faktor usia.
b. Diketahuinya alasan ibu mengganti kontrasepsi pil dengan kontrasepsi suntik ditinjau dari faktor pendidikan.
c. Diketahuinya alasan ibu mengganti kontrasepsi pil dengan kontrasepsi suntik ditinjau dari faktor ekonomi.
d. Diketahuinya alasan ibu mengganti kontrasepsi pil dengan kontrasepsi suntik ditinjau dari faktor parietas.
e. Diketahuinya alasan ibu mengganti kontrasepsi pil dengan kontrasepsi suntik ditinjau dari faktor efek samping.

E. Manfaat Penelitian
1. Bagi Peneliti : untuk meningkatkan dan menambah pengetahuan serta pengalaman agar lebih memahami dan mengerti hal-hal yang berhubungan dengan alasan ibu yang mengganti kontrasepsi pil dengan kontrasepsi suntik.

2. Bagi tenaga kesehatan : untuk evaluasi pelayanan kepada pasangan usia subur yang berhubungan dengan kontrasepsi.

3. Bagi pasangan usia subur : agar menambah pengetahuan tentang keuntungan, efek samping dari kontrasepsi suntik.

Delete this element to display blogger navbar

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | cheap international calls