Kamis, 16 Desember 2010

Gambaran peran serta kader dalam kegiatan posyandu

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Keberhasilan suatu bangsa tergantung pada keberhasilan pembangunan manusianya. Tentang pembangunan yang akan datang memerlukan peningkatan mutu manusia masa depan yang semakin tangguh (DepKes RI, 1987). Keberhasilan pembangunan dibidang kesehatan tergantung pada keberhasilan dalam membina masyarakat agar mampu untuk memecahkan masalah yang dihadapinya dalam bentuk peran serta luas. Maka yang perlu dilakukan adalah mengembangkan pengertian kesadaran, kemampuan dan prakarsa masyarakat. Dalam arti masyarakat berperan serta aktif dan bertanggung jawab dalam pelaksanaan kesehatan (Departemen Kesehatan RI, 2000).
Pembangunan dibidang kesehatan ini lebih diarahkan pada upaya dalam menurunkan angka kematian bayi, anak balita dan angka kelahiran. Sesuai dengan tujuan pembangunan kesehatan yaitu “Meningkatkan kesadaran, kemauan, kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal”. (Undang-undang no.23 tahun 1992 tentang kesehatan). Secara operasional, ditingkat desa/kelurahan, upaya untuk menurunkan angka kematian bayi, balita dan angka kelahiran terutama dilakukan melalui Posyandu.
Posyandu merupakan kegiatan oleh dan untuk masyarakat, akan menimbulkan komitmen masyarakat, terutama para ibu, dalam menjaga kelestarian hidup serta tumbuh kembang anak. Posyandu juga merupakan suatu forum komunikasi, ahli teknologi dan pelayanan kesehatan masyarakat oleh dan untuk masyarakat yang mempunyai nilai strategis untuk mengembangkan sumber daya manusia sejak dini (DepKes RI, 1994). Posyandu diselenggarakan untuk kepentingan masyarakat, sehingga masyarakat sendiri yang aktif membentuk, menyelenggarakan dan memanfaatkan posyandu sebaik-baiknya atau dengan kata lain peran serta masyarakat sangat diperlukan dalam pemanfaatan posyandu. Dalam upaya pelayanan posyandu tidak dapat dicapai hanya lewat usaha kesehatan saja. Tetapi harus disertai upaya bidang lain : ekonomi, pendidikan, sosial dan sebagainya. Untuk mencapainya diperlukan usaha bersama dengan seluruh lapisan masyarakat dan tanggung jawab bidang kesehatan juga memerlukan keikutsertaan masyarakat (DepKes RI, 1984).
Upaya meningkatkan peran serta masyarakat antara lain melalui sistem pengkaderan dengan pelatihan, penyuluhan, dan bimbingan untuk menumbuhkan sikap mandiri sehingga mampu menggali dan memanfaatkan sumber daya yang tersedia serta menumbuhkan dan memecahkan masalah yang dihadapi guna mencapai pelayanan yang optimal. Untuk itu diperlukan kader kesehatan yang baik, yang dapat menyumbangkan tenaga dan pikirannya untuk meningkatkan kesehatan masyarakat. Petugas kesehatan hanya mengawasi dan membantu upaya yang bukan wewenang kader posyandu. Pada kenyataannya dalam setiap pelaksanaan kegiatan posyandu peran petugas kesehatan dan bidan lebih menonjol.
Posyandu diwilayah kerja Puskesmas ................ sebanyak 66 posyandu dengan jumlah kader 330 orang kader (Puskesmas ................, 2005). Berdasarkan studi pendahuluan diperoleh data, di Kampung ................ terdiri dari 6 posyandu dengan jumlah kader 30 orang. Masing-masing posyandu memiliki 5 orang kader. Dari ke-30 orang kader posyandu tersebut, hanya 20 orang (66,67%) saja yang aktif dan 10 orang kader (33,33%) yang tidak aktif. Penyuluhan yang seharusnya dilakukan oleh kader, ternyata dilaksanakan oleh bidan. Berdasarkan latar belakang maka penulis memilih judul penelitian tentang peran serta kader dalam kegiatan program posyandu di wilayah kerja Puskesmas .................

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, maka penulis merumuskan masalah penelitiannya sebagai berikut : “Bagaimanakah gambaran peran serta kader dalam kegiatan posyandu di Kampung ................ ?”

C. Ruang Lingkup Penelitian
Adapun yang menjadi ruang lingkup dari penelitian tentang gambaran peran serta kader dalam kegiatan posyandu adalah :
1. Sifat Penelitian : Deskriptif
2. Subjek Penelitian : Kader posyandu di Kampung ................
3. Objek Penelitian : Peran serta kader dalam kegiatan posyandu di Kampung ................
4. Lokasi Penelitian : Posyandu di Kampung ................ yang terdiri dari 6 posyandu
5. Waktu Penelitian : Mei – Juni 2007


D. Tujuan Penelitian
a. Tujuan Umum
Tujuan umum dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran peran serta kader dalam kegiatan posyandu di Kampung .................
b. Tujuan Khusus
Tujuan khusus dalam penelitian ini adalah :
1) Untuk mengetahui gambaran peran serta kader dalam kegiatan posyandu karena kesadaran
2) Untuk mengetahui gambaran peran serta kader dalam kegiatan posyandu karena imbalan
3) Untuk mengetahui gambaran peran serta kader dalam kegiatan posyandu karena paksaan

E. Manfaat Penelitian
1. Bagi Peneliti
Untuk menerapkan ilmu pengetahuan tentang metodologi penelitian dalam penelitian tentang gambaran peran serta kader dalam kegiatan posyandu

2. Bagi Posyandu di Kampung ................
Sebagai bahan evaluasi tentang peran serta kader dalam kegiatan posyandu di Kampung .................

3. Bagi Pengembangan Ilmu
Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan bacaan di perpustakaan dan sebagai referensi dalam penelitian selanjutnya yang sejenis.

Gambaran penatalaksanaan pemberian ASI pada ibu seksio sesaria

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Profil Kesehatan Kota ................ (2005) bayi yang mendapat ASI eksklusif 55,33% dari 810 bayi yang ada. Tingginya Angka Kematian Bayi dan rendahnya status gizi sebagai dampak krisis ekonomi yang melanda Bangsa Indonesia sejak pertengahan tahun 1997, menunjukkan bahwa peran Air Susu Ibu (ASI) sangat strategi, namun keadaan sosial budaya yang beraneka ragam menjadi tantangan peningkatan penggunaan ASI yang perlu diantisipasi (DepKes RI, 1994).
Data UNICEF (United Nations International Children’s Emergency Found) menujukkan sekitar 30 ribu kematian anak balita di Indonesia setiap tahunnya, yang sebenarnya dapat di cegah melalui pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan sejak kelahiran bayi. Sementara itu bukti ilmiah baru yang mengungkapkan oleh jurnal Paediatries pada tahun 2006 seperti dikutip UNICEF mengungkapkan bahwa bayi yang diberi susu formula (susu bayi) memiliki kemungkinan untuk meninggalkan dunia pada bulan pertama kehidupannya 25 kali lebih tinggi dibandingkan bayi yang disusui ibunya secara ASI eksklusif, yakni tanpa diberi minuman maupun makanan tambahan (www.antara.com).
Hasil Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2002-2003 menunjukkan sedikit sekali ibu-ibu yang memberikan ASI eksklusif bagi bayinya sampai berumur 6 bulan, didapati data jumlah pemberian ASI eksklusif pada bayi dibawah usia dua bulan hanya mencakup 64% dari total bayi yang ada. Persentase tersebut menurun seiring dengan bertumbuhnya usia bayi yakni 46% pada bayi usia 2-3 bulan dan 14% pada bayi usia 4-6 bulan yang lebih memprihatinkan, 13% bayi dibawah dua bulan telah di beri makanan tambahan.
Manfaat ASI bagi bayi adalah untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi karena mempunyai susunan yang sesuai dengan kebutuhan bayi. Manfaat psikologis yaitu memberikan rasa aman dan tentram pada anak, meningkatkan hubungan kasih sayang antara ibu dan anak, merangsang perkembangan psikomotik bayi.
ASI yang pertama kali keluar disebut kolostrum, kolostrum bukan hanya nutrisi sempurna bagi bayi, tetapi juga kandungannya yang amat kaya akan zat anti kuman yang melindungi bayi dari berbagai macam penyakit, kolostrum memiliki kandungan zat imun yang jauh lebih tinggi dari ASI matang (ASI setelah kolostrum) (http://www.lalecheleague.org/FAQ/KOLOSTRUM.htmi).
Hasil survey diruang kebidanan Rumah Sakit Umum ................ pada bulan Januari-Februari 2007 terdapat 27 persalinan dengan seksio sesaria dan 80% ibu yang melahirkan seksio sesaria dengan narkose umur sadar dalam waktu tidak lebih dari 4 jam. Pemberian ASI pada ibu dengan seksio sesaria hanya 60%. Ternyata bayi yang di lahirkan dengan seksio sesaria tidak semua langsung diberi ASI segera setelah ibu sadar tetapi di beri susu formula. Berdasarkan data latar belakang inilah sebagai dasar penulis untuk melakukan penelitian tentang gambaran pemberian ASI pada ibu dengan operasi seksio sesaria di Rumah Sakit Umum .................

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang maka rumusan dalam penelitian ini adalah berikut “Bagaimanakah Gambaran Penatalaksanaan Pemberian ASI pada Ibu dengan Operasi Seksio Sesaria di Rumah Sakit Umum ................ Tahun 2007”.

C. Ruang Lingkup
Dalam penelitian ini penulis membatasi ruang lingkup penelitian yaitu :
1. Jenis penelitian : Deskriptif.
2. Subjek penelitian : Ibu bersalin dengan seksio sesaria.
3. Objek penelitian : Gambaran Penatalaksanaan Pemberian ASI pada ibu seksio sesaria
4. Lokasi Penelitian : Ruang kebidanan Rumah Sakit Umum .................
5. Waktu penelitian : 15 Juni – 28 Juni 2007

D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui bagaimana gambaran penatalaksanaan pemberian ASI pada ibu seksio sesaria di Rumah Sakit Umum .................
2. Tujuan Khusus
a. Diperoleh gambaran tentang cara pemberian ASI pada Ibu seksio sesaria di ruang kebidanan RSU .................
b. Diperoleh gambaran tentang lama pemberian ASI pada Ibu seksio sesaria di Ruang kebidanan RSU .................
c. Diperoleh gambaran tentang posisi pemberian ASI pada Ibu seksio sesaria di ruang kebidanan RSU .................
d. Diperoleh gambaran tentang frekuensi pemberian ASI pada Ibu seksio sesaria di ruang kebidanan RSU .................

E. Manfaat Penelitian
1. Rumah Sakit Umum ................
Sebagai bahan masukan bidan atau tenaga kesehatan di Rumah Sakit Umum ................, sehingga dapat memberikan penatalaksanaan yang terbaik bagi pasien dengan tindakan seksio sesaria.

2. Instansi Pendidikan Program Studi ................
a. Sebagai bahan evaluasi terhadap teori yang telah diberikan kepada mahasiswa selama mengikuti perkuliahan di Politeknik Kesehatan Tanjungkarang Program Studi .................
b. Sebagai sumber bahan bacaan bagi perpustakaan di Instansi Pendidikan.


3. Peneliti
Dapat menambah wawasan pengetahuan dan keterampilan penulis dalam masalah pemberian ASI pada bayi ibu seksio sesaria.


4. Peneliti Lain
Dapat dijadikan bahan perbandingan untuk melakukan penelitian-penelitian lain atau yang serupa berkaitan dengan ASI pada ibu seksio sesaria dan dapat disempurnakan lagi.

Faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya akseptor IUD

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sejak Pelita V program Keluarga Berencana (KB) adalah gerakan masyarakat yang menghimpun dan mengajak segenap potensi masyarakat untuk berpartisipasi aktif dalam melembagakan dan membudidayakan Norma Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera (NKKBS) dalam rangka meningkatkan mutu dan sumber daya manusia Indonesia. Hasil sensus penduduk tahun 1990 menunjukkan bahwa gerakan KB Nasional telah berhasil merampungkan landasan pembentukan keluarga kecil dalam rangka pelembagaan dan pembudidayaan NKKB (Wiknjosastro, 2002).
Program Keluarga Berencana nasional bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak serta mewujudkan keluarga kecil yang sejahtera bahagia melalui pengendalian kelahiran dan pertumbuhan penduduk, melalui usaha untuk penurunan tingkat kelahiran penduduk dengan peningkatan jumlah dan kelestarian akseptor dan usaha untuk membantu peningkatan kesejahteraan ibu dan anak, perpanjangan harapan hidup, menurunnya tingkat kematian bayi dan balita, serta menurunnya tingkat kematian ibu karena kehamilan dan persalinan (Hartanto, 2002).
Keluarga sebagai unit terkecil dalam kehidupan berbangsa diharapkan menerima Norma Keluarga kecil Bahagia Sejahtera (NKKBS) yang berorientasi pada “Catur Warga” atau Zero Population Grow (pertumbuhan seimbang) yang menghasilkan keluarga berkualitas (Manuaba, 1998). Sasaran utama program Keluarga Berencana (KB) adalah Pasangan Usia Subur (PUS).
Dalam hal ini gerakan Keluarga Berencana tidak hanya meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak, namun yang lebih penting lagi adalah kontribusi KB dalam meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) dan keluarga yang pada akhirnya akan meningkatkan kualitas bangsa ( Mochtar, 1998).
Berbagai usaha dibidang gerakan KB sebagai salah satu kegiatan pokok pembangunan keluarga sejahtera telah dilakukan baik oleh pemerintah, swasta maupun masyarakat sendiri (Mochtar, 1998). Untuk ini antara lain dengan senantiasa memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada PUS untuk ikut berpartisipasi dalam meningkatkan NKKBS melalui pemakaian alat kontrasepsi.
Gerakan KB Nasional selama ini telah berhasil mendorong peningkatan peran serta masyarakat dalam membangun keluarga kecil yang makin mandiri. Keberhasilan ini mutlak harus diperhatikan bahkan terus ditingkatkan karena pencapaian tersebut ternyata belum merata. Ada daerah-daerah yang kegiatan keluarga berencananya sudah tinggi, sementara itu daerah lain masih rendah dalam menggunakan Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP).
Pada umumnya masyarakat lebih memilih alat kontrasepsi yang praktis namun efektivitasnya juga tinggi, seperti metode non MKJP yang meliputi pil KB dan suntik. Sehingga metode KB MKJP seperti Intra Uterine Devices (IUD), Implant, Medis Operatif Pria (MOP) dan Medis Operatif Wanita (MOW) kurang diminati.
Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) atau IUD (Intra Uterine Devices) adalah salah satu alat kontrasepsi jangka panjang yang sangat efektif untuk menjarangkan kelahiran anak (Hartanto, 2002).
Berdasarkan data Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) sejak tahun 2003-2006 peserta program Keluarga Berencana (KB) Indonesia hanya meningkat 0,5% per tahun. Saat ini peserta KB hanya 62,5 % dari 45 juta PUS atau sekitar 28 juta PUS yang menjadi peserta KB aktif. http://www.pdpersi.co.id, diakses tanggal 27 Mei 2007.
Di Propinsi Lampung tahun 2005, jumlah Pasangan Usia Subur (PUS) di Propinsi Lampung tercatat sebesar 1.380.636 orang dan yang menjadi peserta KB aktif sebesar 961.460 orang (67,64%). Sedangkan di Kabupaten Lampung Timur terdapat peserta KB aktif sebanyak 126,547, orang (69,73%). Di Kecamatan Raman Utara terdapat jumlah Pasangan Usia Subur sebesar 7.458 0rang dengan jumlah peserta KB aktifnya berkisar 5.368 orang (71,98). Sedangkan di Desa ................ jumlah Pasangan Usia Subur (PUS) sebesar 588 orang, dari jumlah tersebut yang menggunakan kontrasepsi IUD sebanyak 30 orang (5%).
Berdasarkan hasil pra survey tanggal 18 Februari 2007 di Desa ................ di dapat data sebagai berikut:

Tabel 1. Jumlah Akseptor KB di Desa ................ bulan Januari 2007.
No Alat Kontrasepsi Jumlah %
1
2
3
4
5
6
7 Pil
Suntik
Implant
MOP
MOW
IUD
Lain-lain 136
130
153
103
36
30
- 23
22
26
17
7
5
-
Jumlah 588 100%
Sumber : PLKB Kecamatan ................
Dilihat dari data di atas pemakai alat kontrasepsi IUD sangat rendah. Rendahnya peminat pemakai alat kontrasepsi IUD maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya akseptor IUD di Desa .................

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka diperoleh rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu ”Apa sajakah faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya akseptor IUD di Desa ................?”.

C. Ruang Lingkup Penelitian
1. Sifat Penelitian : Deskriptif
2. Subjek Penelitian : Pasangan Usia Subur di Desa ................
3. Objek Penelitian : Faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya akseptor IUD
4. Lokasi Penelitian : Di Desa ................
5. Waktu Penelitian : 06 – 09 Juni 2007

D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Tujuan dari penulisan Karya Tulis Ilmiah ini adalah untuk mengetahui gambaran faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya akseptor IUD di Desa .................

2. Tujuan Khusus
a. Diketahuinya gambaran faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya akseptor IUD ditinjau dari usia ibu yang tidak menggunakan kontrasepsi IUD.
b. Diketahuinya gambaran faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya akseptor IUD ditinjau dari pendidikan terakhir akseptor yang tidak menggunakan kontrasepsi IUD.
c. Diketahuinya gambaran faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya akseptor IUD ditinjau dari ekonomi keluarga rata-rata perbulan.
d. Diketahuinya gambaran faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya akseptor IUD ditinjau dari pekerjaan ibu.
e. Diketahuinya gambaran faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya akseptor IUD ditinjau dari segi kepercayaan ibu (diperbolehkan atau tidak diperbolehkan dalam agama) mengenai penggunaan kontrasepsi penggunaan kontrasepsi IUD

E. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Bagi Peneliti
Peneliti ini sangat berguna untuk menambah pengalaman dan wawasan dalam penelitian serta sebagai bahan untuk menetapkan ilmu yang telah didapatkan selama kuliah khususnya materi KB dan metodologi penelitian.


2. Manfaat bagi PUS di Desa ................
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan guna meningkatkan cakupan kontrasepsi IUD demi tercapainya target metode kontrasepsi efektif dan berjangka panjang.
3. Manfaat bagi Institusi Pendidikan Kebidanan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat khususnya dalam memperbanyak referensi tentang alat kontrasepsi IUD dan sebagai acuan bagi peneliti selanjutnya.

Pengetahuan dan sikap bidan dalam penatalaksanaan manajemen rujukan pada ibu bersalin dengan kelainan obstetri

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Mortalitas dan morbiditas pada wanita hamil, bersalin dan nifas adalah masalah besar di negara berkembang. Di negara miskin, sekitar 25-50 % kematian wanita subur disebabkan hal berkaitan dengan kehamilan. Kehamilan saat melahirkan biasanya menjadi faktor utama mortalitas wanita muda pada masa puncak produktifitasnya. Tahun 1996, WHO memperkirakan lebih dari 585.000 ibu pertahunnya meninggal saat hamil atau bersalin. Di Asia selatan, wanita berkemungkinan 1:18 meninggal akibat kehamilan, persalinan selama kehidupannya, di banyak negara Afrika 1:14, sedangkan di Amerika utara hanya 1:6.336. Lebih dari 50% kematian di negara berkembang sebenarnya dapat dicegah dengan teknologi yang ada serta biaya relatif rendah (Saifuddin, 2002).
Saat ini angka kematian ibu di seluruh dunia masih cukup tinggi. Estimasi WHO tahun 2000 tentang AKI (Maternal Mortality Ratio/MMR per 100.000 kelahiran hidup) adalah sebagai berikut, di seluruh dunia sebesar 400, di negara industri AKI cukup rendah yaitu sebesar 20, di Eropa sebesar 24. Untuk negara berkembang angka kematian ibu masih cukup tinggi yaitu sebesar 440 per 100.000, di Afrika sebesar 830 per 100.000, di Asia sebesar 330 per 100.000 dan Asia Tenggara sebesar 210 per 100.000 (WHO, 2004).

Sementara itu diantara Negara-Negara ASEAN angka kematian ibu maternal yang tertinggi adalah di Laos (650 per 100.000), menyusul Kamboja (450 per 100.000), dan kemudian Myanmar (360 per 100.000) sedangkan yang terendah di Singapura (30 per 100.000), Brunai Darussalam (37 per 100.000) dan Malaysia (41 per 100.000) (Departemen Kesehatan Indonesia, 2003).
Di Indonesia angka kematian ibu masih cukup tinggi walaupun terjadi penurunan dari tahun-tahun sebelumnya. Menurut SKRT, AKI menurun dari 450 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 1986 menjadi 425 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 1992, kemudian menurun lagi menjadi 379 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 1995. Pada SKRT 2001 tidak dilakukan survey mengenai AKI. Menurut SDKI pada tahun 2002-2003 AKI sebesar 307 per 100.000 kelahiran hidup (Departemen Kesehatan Indonesia, 2003).
Menurut Women Of our World 2005 yang diterbitkan oleh Population Reference Bureau (2005), AKI di Indonesia mencapai 230 per 100.000 kelahiran hidup, hampir dua kali lipat lebih tinggi dari AKI di Vietnam (130), lima kali lipat lebih tinggi dari AKI di Malaysia (41) dan Thailand (44) bahkan tujuh kali lipat lebih tinggi dari AKI di Singapura (30) (www.bappenas. go.id, 2007). Walaupun AKI di Indonesia mengalami penurunan dari tahun-tahun sebelumnya, tapi masih jauh dari angka kematian ibu yang diharapkan pada tahun 2010 yaitu sebesar 125 per 100.000 kelahiran hidup (www.tempo.com, 2007).
Di provinsi Lampung, cenderung terjadi peningkatan AKI sebesar 143 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 1997 menjadi 153 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2002 (Dinas Kesehatan Provinsi Lampung, 2003). Dan pada tahun 2003 angka kematian ibu sebesar 98 orang dari 186.248 (Dinas Kesehatan Provinsi Lampung, 2004). Sementara itu kematian ibu di Kabupaten Lampung Tengah selama periode waktu 2001-2003, cenderung mengalami penurunan, yaitu mulai dari 32 kasus (156 per 100.000 kelahiran hidup) pada tahun 2001, 28 kasus (128 per 100.000 kelahiran hidup) tahun 2002, pada tahun 2003 dan 2004 sebesar 12 kasus (63,6 per 100.000 kelahiran hidup), tahun 2005 menjadi 16 kasus (62,1 per 100.000 kelahiran hidup) (Dinas Kesehatan Kabupaten Lampung Tengah, 2005).
Menurut data SKRT tahun 2001, 90% penyebab kematian ibu tersebut karena adanya komplikasi dan 28% diantaranya terjadi perdarahan di masa kehamilan dan persalinan. Ada beberapa sebab tidak langsung tentang masalah kesehatan ibu, yaitu pendidikan ibu-ibu terutama yang ada di pedesaan masih rendah, sosial ekonomi dan sosial budaya indonesia yang mengutamakan bapak daripada ibu, 4 terlalu dalam melahirkan yaitu terlalu muda, terlalu tua, terlalu sering dan terlalu banyak dan tiga terlambat yaitu terlambat mengambil keputusan, terlambat untuk dikirim ke tempat pelayanan kesehatan dan terlambat mendapatkan pelayanan kesehatan (www. promosi kesehatan.com, 2007).
Mengingat kira-kira 90% kematian itu terjadi disaat sekitar persalinan dan kira-kira 95% penyebab kematian ibu adalah komplikasi obstetrik yang sering tidak dapat diperkirakan sebelumnya,maka kebijaksanaan Departemen Kesehatan untuk mempercepat penurunan angka kematian ibu adalah mengupayakan agar setiap persalinan ditolong atau minimal didampingi oleh bidan dan pelayanan obstetrik sedekat mungkin kepada semua ibu hamil (Saifuddin, 2002).
Perubahan Paradigma menunggu terjadinya dan menangani komplikasi menjadi pencegahan terjadinya komplikasi dan dapat membawa perbaikan kesehatan bagi kaum ibu di Indonesia. Penyesuaian ini sangat penting dalam upaya menurunkan angka kematian ibu dan bayi baru lahir karena sebagian besar persalinan di Indonesia masih terjadi di tingkat pelayanan kesehatan primer dimana tingkat keterampilan dan pengetahuan petugas kesehatan difasilitas pelayanan tersebut masih belum memadai. Deteksi dini dan pencegahan komplikasi dapat menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu serta bayi baru lahir, jika semua tenaga penolong persalinan dilatih agar mampu untuk mencegah atau deteksi dini komplikasi yang mungkin terjadi, merupakan asuhan persalinan secara tepat guna dan waktu, baik sebelum atau saat masalah terjadi dan segera melakukan rujukan saat kondisi masih optimal, maka para ibu akan terhindar dari ancaman kesakitan dan kematian (Depkes RI, 2004).
Telaah UNICEF tentang keselamatan ibu (1991) menemukan bahwa upaya kesehatan dasar hanya mampu menurunkan angka kematian sebesar 20%. Sebaliknya, pelayanan rujukan yang efektif mampu menurunkannya sampai sekitar 80%. Juga diketahui bahwa akibat berbagai keterlambatan 80% kematian ibu justru terjadi di RS rujukan. Menurut Rodes S. Cuban (1980), peluang untuk menyelamatkan pasien tergantung pada kemampuan penegakan diagnosis, persiapan rujukan, kedinian waktu rujukan dan penatalaksanaan kasus ditingkat penerima rujukan. Dengan demikian, kinerja jaringan rujukan akan sangat ditentukan oleh penatalaksanaan setiap kasus pada setiap unit pelayanan secara menyeluruh (www. tempo. co. id, 2007).
Jaringan rujukan pada dasarnya adalah suatu kesatuan pelayanan kesehatan di wilayah tertentu yang mendistribusikan kewenangan dan tanggung jawab pelayanan secara berjenjang sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan masyarakat. Dalam upaya pembentukan dan pembinaan jaringan rujukan, perlu diperhatikan beberapa hal mendasar yaitu daerah, cakupan jaringan, pelayanan standar dan tanggung jawab setiap jenjang tempat pelayanan (www.tempo.co.id, 2007).
Mengingat bahwa penyebab kematian ibu berupa komplikasi obstetri yang dapat muncul tak terduga di setiap tempat, pada setiap saat dan dalam segala situasi. Sementara, dalam keadaan yang serba terbatas, maka diperlukan suatu sistem rujukan yang efektif dari tingkat pe!ayanan primer, ke tingkat pelayanan kesehatan yang lebih memadai. Sehingga diharapkan ibu bersalin dengan komplikasi obstetrik dapat segera ditangani di tingkat pe!ayanan kesehatan yang lebih memadai dan fasilitas lebih lengkap.
Studi pendahuluan yang dilakukan pada bulan maret 2007 di Puskesmas ................, didapatkan hasil bahwa AKI di Kecamatan ................ selama tahun 2006 sebanyak 5 orang, AKB sebanyak 7 orang dan masing-masing 3 orang diantaranya meninggal di tempat rujukan. Kemudian didapatkan data mengenai pendidikan bidan di Puskesmas ................ yaitu terdapat 12 bidan dengan basis pendidikan bidan Diploma I sebanyak 9 orang dan pendidikan bidan Diploma III sebanyak 3 orang.

Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk meneliti tentang “Pengetahuan dan sikap bidan dalam penatalaksanaan manajemen rujukan pada ibu bersalin dengan kelainan obstetri di Wilayah Puskesmas ................”.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah penulis merumuskan permasalahan sebagai berikut: “Bagaimana pengetahuan dan sikap bidan dalam penatalaksanaan manajemen rujukan pada ibu bersalin dengan kelainan obstetri di Wilayah Puskesmas ................ Tahun 2007?”

C. Ruang lingkup penelitian
Dalam penelitian ini penulis membatasi ruang lingkup yang diteliti sebagai berikut:
1. Sifat penelitian : Studi deskriptif
2. Subjek penelitian : Semua bidan di Wilayah Puskesmas ................
3. Objek penelitian : Pengetahuan dan sikap bidan dalam penatalaksanaan manajemen rujukan pada ibu bersalin
4. Lokasi Penelitian : Wilayah Puskesmas ................
5. Waktu Penelitian : 4 Juni 2007 sampai dengan 10 Juni 2007






D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui gambaran pengetahuan dan sikap bidan dalam penatalaksanaan manajemen rujukan pada ibu bersalin di Wilayah Puskesmas ................ Tahun 2007.

2. Tujuan khusus
Tujuan khusus yang ingin dicapai dalam penelitian mi adalah:
a. Untuk memperoleh gambaran pengetahuan bidan dalam penatalaksanaan manajement rujukan pada ibu bersalin dengan kelainan obstetri.
b. Untuk mengetahui gambaran sikap bidan dalam penatalaksanaan manajement rujukan pada ibu bersalin dengan kelainan obstetri

E. Manfaat Penelitian
1. Bagi Bidan
Penelitian ini diharapkan sebagai sumbangan pemikiran dan sebagai bahan evaluasi dalam Penatalaksanaan rujukan pada ibu bersalin yang efektif agar mendapat pelayanan kegawatdaruratan obstetri di tempat rujukan yang lebih memadai dalam upaya keselamatan ibu dan bayi.
2. Bagi Puskesmas ................
Sebagai bahan masukan bagi Puskesmas ................ sehingga dapat meningkatkan pengetahuan bidan dalam penatalaksanaan rujukan pada ibu bersalin.


3. Bagi Prodi Kebidanan ………
Sebagai dokumen dan bahan tambahan sumber bacaan bagi Mahasiswi Prodi Kebidanan ……...

4. Bagi Peneliti
Sebagai penerapan dan perkuliahan yang telah didapat di Prodi Kebidanan ……. serta untuk mendapat informasi yang jelas mengenai pengetahuan dan sikap bidan dalam penatalaksanaan manajemen rujukan pada ibu bersalin, sehingga dapat memberikan informasi untuk penelitian lebih lanjut.

Faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya konsumsi tablet Fe pada ibu hamil

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Defisiensi zat besi merupakan penyebab anemia gizi yang paling lazim. Anemia defisiensi besi pada wanita hamil merupakan problem kesehatan yang dialami oleh wanita di seluruh dunia terutama di negara berkembang. Badan Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan bahwa prevalensi ibu hamil yang mengalami defisiensi besi sekitar 35-75% (Riswan M., 2003). Anemia defisiensi besi dapat dicegah dengan pemberian suplemen tambah darah mengandung 200 mg sulfas Ferosus (setara dengan 60 mg besi) dan 0,25 mg asam folat (tablet Fe) apabila kadar Hb meningkat 0,1 gr/dl sehari, dimulai dari hari keempat selama bulan pertama, pengobatan diartikan berhasil atau mendapat respon positif dari pengobatan (E.M.DeMaeyer, 1995).
Cakupan pemberian tablet Fe1 (Pertama kali ibu mendapatkan tablet Fe sebanyak 30 tablet) di Indonesia sebesar 69,14%. Propinsi dengan cakupan Fe1 tertinggi adalah di Propinsi Kalimantan Selatan (101,99%) dan yang terendah di Propinsi Jambi (21,31%). Cakupan pemberian tablet Fe3 (Pemberian tablet Fe berikutnya sebanyak 90 tablet) di Indonesia sebesar 59,62%. Propinsi dengan cakupan Fe3 tertinggi adalah Propinsi Kalimantan Selatan (88,10%) dan yang terendah adalah Propinsi Lampung (19,23%) (Dep.Kes.RI, 2003).
Berdasarkan data tahun 2005 dari Dinas Kesehatan Propinsi Lampung pemberian tablet Fe pada ibu hamil yang dianjurkan minimal 90 butir selama kehamilan dan pemberian ini biasanya diberikan secara bertahap serta paling baik diberikan pada trimester tiga. Di Propinsi Lampung prosentase ibu hamil yang minum tablet Fe sesuai anjuran ternyata relatif kecil yaitu 18,8% (Dinas Kesehatan Propinsi Lampung, 2005).
Di Kota Metro cakupan kualitas sering mengalami penurunan. Cakupan tablet Fe untuk ibu hamil di Kota Metro dapat dilihat pada tabel sebagai berikut :
Tabel 1
Cakupan tablet Fe untuk ibu hamil di kota metro tahun 2006

Puskesmas Sasaran Fe1 Fe3
Cakupan % Cakupan %
Yasomulyo 587 598 100,3% 585 99,65%
Metro 502 514 102,3% 481 91,81%
Iringmulyo 694 633 91,21% 569 81,98%
Banjar sari 500 484 86,8% 447 89,4%
Sumber sari bantul 288 235 81,59% 213 79,95%
G. agung 473 426 90,06% 302 63,84%
Jumlah 3044 2881 94,64% 2597 85,31%
Sumber : Dinas Kesehatan Kota Metro, 2006
Tabel diatas menjelaskan bahwa cakupan Fe1 tertinggi di Puskesmas Metro (102,3%) dan cakupan Fe3 tertinggi di Puskesmas Iringmulyo (99,65%) sedangkan cakupan Fe1 terendah di Puskesmas Sumber Sari Bantul (81,59%) dan cakupan Fe3 terendah di Puskesmas .................. (63,84%). Prosentase tertinggi punurunan cakupan Fe1 ke cakupan Fe3 di Puskesmas .................. (26,22%).
Tablet Fe sangat dibutuhkan pada saat hamil karena ibu hamil sangat memerlukan tambahan zat besi untuk meningkatkan jumlah sel darah merah dan membentuk sel darah merah janin dan plasenta. Di Kota Metro khususnya Puskesmas .................. cakupan tablet Fe masih terbilang rendah.
Rendahnya konsumsi tablet Fe pada ibu hamil disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain : 1) Efek dari pemakaian tablet Fe. Berdasarkan hasil penelitian faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Anemia Pada Ibu Hamil di Propinsi Lampung pada Tahun 2004 didapatkan bahwa penyebab tertinggi ibu tidak mengkonsumsi tablet Fe dikarenakan efek dari pamakaian tablet Fe dapat mengakibatkan mual dan muntah sebesar 26,15% dari 2203 responden (Islamiyati, 2005), 2) Kurangnya pengetahuan ibu tentang tablet Fe. Berdasarkan hasil penelitian pengetahuan ibu terhadap tablet Fe pada Tahun 2004 di Wilayah Kerja Puskesmas Kampung Sawah Bandar Lampung didapatkan hasil hanya 55% dari 20 respnden yang cukup mengetahui tentang tablet Fe (Fitri, 2004). Pengetahuan ibu yang kurang terhadap tablet Fe dapat mempengaruhi ibu untuk mengkonsumsi tablet Fe, 3) Kepatuhan ibu dalam mengkonsumsi tablet Fe. Kepatuhan terhadap pemakaian tablet Fe dapat dipengaruhi oleh efek dari pemakaian tablet Fe yang berupa gangguan perut dan ternyata rata-rata hanya 15 tablet yang dipakai oleh wanita hamil (Saifuddin, 2002). Sebab utama kegagalan pengobatan dengan tablet Fe adalah ketidaktaatan penderita mengkonsumsi tablet Fe (E.M.DeMaeyer,1995).
Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik ingin mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya konsumsi tablet Fe pada ibu hamil di Wilayah Kerja Puskesmas .................. tahun 2007.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah ”faktor-faktor apakah yang mempengaruhi rendahnya konsumsi tablet Fe pada ibu hamil?”




C. Ruang Lingkup Penelitian
1. Jenis penelitian : Deskriptif
2. Objek penelitian : Faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya konsumsi tablet Fe
3. Subjek penelitian : Ibu Hamil trimester dua dan trimester tiga
4. Tempat penelitian : Wilayah Kerja Puskesmas ..................
5. Waktu penelitian : Dari Tanggal 5 Sampai 9 Juni 2007

D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya konsumsi tablet Fe pada ibu hamil di Wilayah Kerja Puskesmas .................. Kecamatan .................. Tahun 2007.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi rendahnya konsumsi tablet Fe pada ibu hamil ditinjau dari efek samping.
b. Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi rendahnya konsumsi tablet Fe pada ibu hamil ditinjau dari pengetahuan.
c. Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi rendahnya konsumsi tablet Fe pada ibu hamil ditinjau dari kepatuhan.

E. Manfaat Panelitian
Dengan diperolehnya data tentang faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya konsumsi tablet Fe pada ibu hamil maka diharapkan :


1. Bagi Petugas Kesehatan Puskesmas ..................
Diharapkan dapat dijadikan sebagai masukan untuk lebih serius mensosialisasikan tentang pentingnya mengkonsumsi tablet Fe selama masa kehamilan.
2. Bagi Prodi Kebidanan .........
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan untuk memperluas wawasan mahasiswi jurusan kebidanan, khususnya Politeknik Kesehatan Tanjung Karang Program Studi Kebidanan.............tentang ”faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya konsumsi tablet Fe pada ibu hamil”.
3. Bagi Peneliti lain
Diharapkan dapat menjadi masukan untuk penelitian berikutnya terkait dengan faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya konsumsi tablet Fe
4. Bagi Peneliti
Sebagai penerapan mata kuliah metodelogi penelitian serta menambah pangalaman dan wawasan dalam penelitian.

Tingkat kepuasan pasien terhadap pelayanan KIA oleh bidan

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Program menjaga mutu adalah suatu proses yang dilaksanakan secara berkesinambungan, sistematis, objektif dan terpadu dalam menetapkan masalah dan penyebab masalah mutu pelayanan kesehatan berdasarkan standar yang telah ditetapkan, menetapkan dan melaksanakan cara penyelesaian masalah sesuai dengan kemampuan yang dimiliki, serta menilai hasil yang dicapai guna menyusun saran tindak lanjut untuk lebih meningkatkan mutu pelayanan kesehatan (Syaifuddin, 2002).
Banyak hal yang perlu diperhatikan untuk dapat meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Salah satu diantaranya yang dipandang mempunyai peranan yang cukup penting ialah menyelenggarakan pelayanan kesehatan. Adapun yang dimaksud dengan pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan secara sendiri atau bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perseorangan, keluarga, kelompok dan ataupun masyarakat (Syaifuddin, 2002).
Syarat pelayanan kesehatan yang baik setidak-tidaknya dapat dibedakan atas 13 macam, yakni tersedia (availabel), menyeluruh (comprehensive), terpadu (integrated), berkesinambungan (continue), adil dan merata (equity), mandiri (sustainable), wajar (aapropriate), dapat diterima (acceptable), dapat dipahami (accessible), dapat dijangkau (affordable), efektif (effective), efisien (efficient), serta bermutu (quality) (Syaifuddin, 2002).
Ketiga belas syarat pelayanan kesehatan ini sama pentingnya. Namun pada akhir ini, dengan makin majunya ilmu dan teknologi kedokteran disatu pihak serta makin baiknya tingkat pendidikan serta keadaan sosial ekonomi penduduk dipihak lain, tampak syarat mutu makin bertambah penting. Mudah dipahami karena apabila pelayanan kesehatan yang bermutu dapat diselenggarakan, bukan saja akan dapat menghindari terjadinya pelbagai efek samping (side effect) karena penggunaan pelbagai kemajuan ilmu dan teknologi kedokteran, tetapi sekaligus juga akan dapat memenuhi kebutuhan dan tuntutan kesehatan masyarakat (heallth needs and demands) yang semakin meningkat (Syaifuddin, 2002).
Untuk dapat memberikan pelayanan kesehatan secara menyeluruh (comprehensive heallth care services) kepada seluruh masyarakat di wilayah kerjanya, Puskesmas menjalankan beberapa usaha pokok (gasic health care services) yang meliputi beberapa program, salah satunya yaitu Program Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) (Muninjaya, 1999).
Peningkatan kualitas Kesehatan Ibu dan Anak sangat berkaitan dengan pelayanan kebidanan. Pada pertemuan pengelola Safe Motherhood dari negara-negara di wilayah SEARO / Asia Tenggara pada tahun 1995, disepakati bahwa kualitas pelayanan kebidanan yang diberikan kepada setiap ibu yang memerlukannya perlu diupayakan agar memenuhi standar tertentu agar aman dan efektif. Sebagai tindak lanjutnya, WHO SEARO mengembangkan standar pelayanan kebidanan (DepKes RI, 2002).
Suatu standar akan efektif bila dapat diobservasi dan diukur, relistik, mudah dilakukan dan dibutuhkan. Standar penting untuk pelaksanaan, pemeliharaan dan penilaian kualitas pelayanan. Hal ini menunjukkan bahwa standar pelayanan perlu dimiliki oleh setiap pelaksana pelayanan. Standar pelayanan kebidanan dapat pula digunakan untuk menentukan kompetensi yang diperlukan bidan dalam menjalani praktek sehari-hari (DepKes RI, 2002).
Untuk itu tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan obstetri dan neonatal khususnya bidan, harus mampu dan terampil memberikan pelayanan sesuai dengan standar yang ditetapkan. Peningkatkan kualitas pelayanan kesehatan ibu dan anak yang diberikan oleh bidan di Puskesmas diharapkan akan dapat mengatasi kecenderungan peningkatan angka kesakitan. kepusaan pasien yang rendah akan berdampak terhadap jumlah kunjungan yang akan mempengaruhi provibilitas rumah sakit, sedangkan sikap karyawan terhadap pasien yang akan berdampak terhadap kepuasan pasien dimana kebutuhan pasien dari waktu ke waktu akan meningkat, begitu pula tuntutannya akan mutu pelayanan yang diberikan.
Standar pelayanan menentukan kualitas pelayanan kesehatan masyarakat dan sangat berpengaruh terhadap tingkat kepuasan pasien. Kepuasan pasien merupakan elemen penting dalam kualitas pelayanan kesehatan masyarakat. Kepuasan merupakan sesuatu yang subjektif dan sangat dipengaruhi oleh banyak faktor. Interaksi faktor-faktor tersebut akan mempengaruhi kepuasan seseorang terhadap pelayanan yang diterimanya.
Didalam undang-undang pokok kesehatan tanggal 15-10-1960 BAB 1 Pasal 1 telah dinyatakan bahwa ”Tiap warga negara berhak memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-tingginya dan perlu diikut sertakan dalam usaha-usaha kesehatan pemerintah” (Yasmin, 1994).
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, para ibu dan keluarganya serta masyarakat lainnya, disamping sebagi obyek, juga harus diikutsertakan dalam usaha-usaha BKIA yang bersangkutan. Dimana hal tersebut merupakan azas integrasi dari pelayanan dalam usaha KIA, sehingga secara optimal usaha-usaha BKIA yang bersangkutan akan dapat mencapai tujuan seperti yang diharapkan dalam kegiatan BKIA tersebut (Yasmin, 1994).
Di dalam Pasal 9 No. 2, juga telah dinyatakan bahwa, tujuan pokok Undang-Undang yang dimaksud adalah sebagai berikut :
”Meningkatkan derajat kesehatan ibu, bayi dan anak sampai usia 5 tahun, menjaga dan mencegah jangan sampai ketiga subjek ini tergolong dalam ”Vulnerable Group” atau Golongan Terancam bahaya (Yasmin, 1994).
Dari hasil wawancara pada saat pra survey bulan Maret 2007 yang peneliti lakukan dengan salah satu pasien setelah mendapat pelayanan KIA di Puskesmas .................., peneliti dapat menyimpulkan bahwa pasien tersebut merasa kurang puas terhadap pelayanan yang diberikan oleh bidan di Puskesmas .................. dan selain itu peneliti juga memperoleh data jumlah pasien yang mendapat pelayanan di ruang KIA Puskesmas .................. adalah sebagai berikut :
Tabel 1. Kunjungan Pasien di Ruang KIA Puskesmas ..................
Bulan / Tahun Bayi / Balita Ibu Hamil
Januari 2007 171 70
Februari 175 51

Dari uraian di atas, untuk mengetahui bagaimanakah tingkat kepuasan berlangsung dalam melaksanakan suatu standar mutu pelayanan kesehatan pasien di ruang KIA, maka peneliti melakukan penelitian dengan mengambil judul ”Tingkat Kepuasan Pasien terhadap Pelayanan KIA oleh Bidan di Puskesmas .................. Kabupaten Lampung Tengah”. Selain itu belum pernah diadakan penelitian serupa di Puskesmas tersebut.


B. Perumusan Masalah
Dari uraian di atas, maka penulis ingin mengetahui bagaimanakah tingkat kepuasan pasien terhadap pelayanan KIA yang terdiri dari pemeriksaan ibu hamil, KB, ibu nifas atau ibu menyusui, oleh Bidan di Puskesmas .................. ?

C. Ruang Lingkup Penelitian
Di dalam penulisan ini penulis akan membatasi ruang lingkup penelitian agar tidak menyimpang jauh dari kontek data dan memberi kejelasan arah sesuai dengan tujuan penelitian sebagai berikut :
1. Jenis Penelitian : Deskriptif
2. Subyek Penelitian : Pasien yang memanfaatkan / mendapatkan pelayanan di ruang KIA
3. Objek Penelitian : Tingkat Kepuasan Pasien
4. Lokasi Penelitian : Di ruang KIA Puskesmas ..................
5. Waktu Penelitian : Setelah proposal disetujui

D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Penelitian ini dilaksanakan untuk mengetahui tingkat kepuasan pasien terhadap pelayanan KIA oleh Bidan di Puskesmas ...................

2. Tujuan Khusus
Penelitian ini untuk mengetahui :
a. Tingkat kepuasan ibu hamil terhadap pemeriksaan ibu hamil yang diberikan oleh Bidan di Puskesmas ...................
b. Tingkat kepuasan ibu yang mendapat pelayanan KB oleh Bidan di Puskesmas ...................
c. Tingkat kepuasan ibu nifas atau ibu menyusui yang memeriksakan diri, terhadap pelayanan yang diberikan oleh oleh Bidan di Puskesmas ..................

E. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Bagi Peneliti
Penelitian ini sangat berguna untuk menambah wawasan dan pengalaman dalam penelitian serta bahan untuk penerapan ilmu yang sudah didapat selama kuliah. Khususnya mata kuliah ilmu kesehatan masyarakat dan metodologi penelitian.
2. Manfaat Bagi Tenaga Kesehatan Puskesmas ..................
Sebagai upaya peningkatan kualitas pelayanan di Puskesmas, khususnya pada Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA)
3. Manfaat Bagi Prodi Kebidanan ..........
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan input bagi Politeknik Kesehatan Tanjung Karang Program Studi Kebidanan ............., khususnya untuk memperluas cakrawal dibidang pelayanan Kesehatan Ibu Anak (KIA) dan dapat dijadikan sebagai acuan bagi peneliti selanjutnya
4. Manfaat Bagi Ilmu dan Teknologi
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi kemajuan ilmu dan teknologi serta dapat dijadikan referensi bagi penelitian selanjutnya.

Karakteristik kejang demam pada anak di rumah sakit umum ......

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kejang demam merupakan salah satu kelainan saraf yang paling sering dijumpai pada bayi dan anak.Sekitar 2,2% hingga 5% anak mengalami kejang demam sebelum mereka mencapai umur 5 tahun. Sampai saat ini masih terdapat perbedaan pendapat mengenai akibat yang ditimbulkan oleh penyakit ini namun pendapat yang dominan saat ini kejang pada kejang demam tidak menyebabkan akibat buruk atau kerusakan pada otak namun kita tetap berupaya untuk menghentikan kejang secepat mungkin (Marlian L, 2005).
Kejadian kejang demam diperkirakan 2-4% da Amerika Serikat, Amerika Selatan dan Eropa Barat. Di Asia lebih tinngi kira-kira 20% kasus merupakan kejang demam komplek.Akhir-akhir ini kejang demam diklasifikasikan menjadi 2 golongan yaitu kejang demam sederhana yang berlangsung kurang dari 15 menit dan umum, dan kejang demam komplek yang berlangsung lebih dari dari 15 menit, fokal atau multifel (lebih dari 1 kali kejang demam dalam 24 jam).
(Arif Manajer, 2000).
Penyakit yang disebabkan oleh gangguan saraf telah menyerang sedikitnya 1 miliyar orang diseluruh dunia. Penyakit yang telah menyerang jutaan orang di seluruh dunia ini, tidak mengenal umur, jenis kelamin, status pendidikan, maupun pendapatan. Dari 1 miliyar orang yang terkena ganguan saraf di seluruh dunia. Sebanyak 50 juta orang menderita epilepsi dan 24 juta orang menderita Alzheimer dan penyakit dimensia lainnya.
Menurut WHO diperkirakan 6,8 juta orang meninggal tiap tahun akibat ganguan syaraf (www.Dr.lion.com).
Hemiparesis biasanya terjadi pada penderita yang mengalami kejang lama (berlangsung lebih dari setengah jam) baik bersifat umum maaupun fokal, kelumpuhannya sesuai dengan kejang fokal yang terjadi.
Mula-mula kelumpuhannya bersifat flasid, tetapi setelah 2 minggu spasitisitas. Millichap (1968) melaporkan dari 1190 anak menderita kejang demam, hanya 0,2% saja yang mengalami hemiparesis sesudah kejang lama.
Dari suatu penelitian terhadap 431 penderita dengan kejang demam sederhana, tidak mengalami kelainan IQ, tetapi pada penderita kejang demam yang sebelumnya telah terdapat ganguan perkembangan atau neorologis akan di dapat IQ yang lebih rendah dibanding dengan saudaranya (Millchap, 1968). Apabila kejang demam diikuti dengan terulangnya kejang demam, retradasi mental akan terjadi 5 kali lebih besar (Nellson dan Ellenberg,1978).
Berdasarkan pengamatan penulis pada waktu mengadakan prasuprey pada tanggal 16 maret 2007 di Rumah Sakit Umum Ahmad Yani di Ruang Rawat Inap terdapat 645 orang pengunjung pada tahun 2006. Diantaranya terdapat kejang demam dengan jumlah 41 balita terserang kejang demam. Dari 100% pengunjung ditemui 6,35% penderita kejang demam.
Dari data yang didapat kejang demam termasuk 4 besar yang terbanyak ditemui di Rumah Sakit Umum .................. Pada Tahun 2006.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas penulis membuat rumusan masalah penelitan sebagai berikut : ”Bagaimana Karakteristik Kejang Demam pada Anak di Rumah Sakit Umum Ahmad Yani”.

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Untuk mengetahui gambaran tentang karekteristik Kejang Demam Pada Anak di Rumah Sakit Ahmad Yani Umum ...................

2. Tujuan khusus
a. Untuk mengetahui gambaran karakteristik kejang demam ditinjau dari faktor usia.
b. Untuk mengetahui gambaran karakteristik kejang demam diinjau dari faktor suhu.
c. Untuk mengetahui gambaran kqarakteristik kejang demam ditinjau dari faktor herediter.

D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Rumah Sakit
Dapat memberikan sumbangan pemikiran kepada tenaga kesehatan di Rumah Sakit Umum .................. dalam mengenali karakteristik kejang demam pada anak sehingga dapat meningkatkan mutu pelayanan terhadap kasus kejang demam pada anak

2. Bagi Peneliti
Agar lebih paham, tentang karakteristik kejang demam pada anak dan dapat mengaplikasikan serta mempraktekkan untuk di terapkan masyarakat pada umumnya serta anak-anak pada khususnya.

3. Bagi Program Study Kebidanan
Sebagai dokumen dan sumbangan pemikiran kepada program study kebidanan .................. dalam mengenali karakteritik kejang demam pada anak di Rumah Sakit Umum ...................

E. Ruang Lingkup Penelitian
Dengan luasnya permasalahan tentang karakteristik kejang demam pada anak penulis membatasi ruang lingkup penelitian dengan variabel sebagai berikut :
1. Subjek penelitian : Anak berusia 6 bulan sampai 4 tahun.
2. Objek penelitian : Karakteristik kejang demam pada anak
3. Lokasi penelitian : Ruang rawat inap anak Rumah Sakit Umum ...................
4. Waktu penelitian : Setelah proposal disetujui.

Gambaran pengetahuan ibu hamil tentang melahirkan di bidan di desa .....

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Angka kematian Ibu (AKI) sebagai salah satu indikator kesehatan ibu dewasa ini masih tinggi di Indonesia bila dibandingkan dengan AKI di negara ASEAN lainnya, menurut data dari survei demografi kesehatan Indonesia (SOKI) 2002-2003, AKI di Indonesia adalah 307 per 100.000 kelahiran hidup. Hal ini berarti bahwa lebih dari 18.000 ibu meninggal per tahun atau 2 ibu meninggal tiap jam oleh sebab yang berkaitan dengan kehamilan, persalinan dan nifas. Sampai dengan tahun 2002, AKI tersebut mengalami penurunan yang lambat dengan adanya krisis ekonomi tahun 1997 lalu.
Sebagian besar penyebab kematian ibu secara langsung menurut survei kesehatan rumah tangga (2001) sebesar 90% adalah komplikasi yang terjadi pada saat persalinan dan segera setelah bersalin, penyebab tersebut dikenal dengan trias klasik yaitu perdarahan (28%), eklamsia (24%) dan infeksi (11%). (Depkes RI, 2004).
Angka kematian ibu maternal berguna untuk menggambarkan tingkat kesadaran prilaku hidup sehat, status gizi dan kesehatan ibu kondisi kesehatan lingkungan, tingkat pelayanan kesehatan terutama untuk ibu hamil, waktu melahirkan dan masa nifas. Hasil survey demografi kesehatan indonesia tahun 1994 menunjukkan angka kematian ibu sebesar 373 per 100.000 kelahiran hidup dan hasil SOKI 2002-2003 sebesar 307 per 100.000 kelahiran hidup. Untuk rata-rata angka kematian ibu maternal tahun 2003:73 AKI yang dihasilkan dari SOKI dan SKRT hanya menggambarkan angka nasional, tidak dirancang untuk mengukur angka kematian ibu. Menurut propinsi hasil soki 2002-2003 angka kematian ibu melahirkan (nasional) : 307 per 100.000 kelahiran hidup,(Dinkes Lampung Tahun 2005)
Upaya safe matherhood merupakan upaya untuk menyelamatkan wanita agar kehamilannya dan persalinannya dapat dilaluinya dengan sehat dan aman serta menghasilkan bayi yang sehat dan aman serta menghasilkan bayi yang sehat, upaya safe Matherhood terdiri dari empat pilar safe motherhood. Pilar yang kedua dari pilar safe motherhood adalah “Asuhan antenatal” dimana petugas kesehatan harus memberikan pendidikan pada ibu hamil tentang cara menjaga diri agar tetap sehat dalam masa kehamilannya, meningkatkan kesadaran mereka tentang kemungkinan adanya atau terjadinya komplikasi dalam kehamilan dalam bentuk komunikasi, informasi dan edukasi (Saifuddin, 2002).
Memperhatikan angka kematian ibu dan perinatal dapat diperkirakan bahwa sekitar 60% kematian ibu akibat kehamilan terjadi setelah persalinan dan 50% kematian masa nifas di saat sekitar persalinan. Untuk itu sangat diharapkan bidan, sebagai tenaga kesehatan harus ikut mendukung upaya cepat penurunan AKI, peranan bidan dalam masyarakat sebagai tenaga terlatih pada sistem kesehatan nasional salah satunya adalah meningkatkan pengetahuan kesehatan masyarakat, terutama pada ibu hamil, dimana pendidikan kesehatan ibu hamil dapat dilakukan pada waktu pengawasan hamil di puskesmas atau pondok bersalin desa dan bidan praktek swasta, saat penyelenggaraan posyandu, pada saat diadakan pertemuan atau kegiatan-kegiatan dilingkungannya, dan saat melakukan kunjungan rumah (Manuaba, 1998).
Berdasarkan Pra Survey pada tanggal 28 Maret 2007 diwilayah kerja Puskesmas Wonosobo Kab. .................. terdapat data dari 100% ibu hamil 75% nya masih melahirkan didukun atau dirumah dan 25% nya melahirkan di Bidan atau tenaga kesehatan. Disamping lokasinya susah dijangkau karena daerah pegunungan yang berjalan terjal sehingga transportasi didesa itu sebagaian besar sepeda motor (ojek) dan hanya beberapa keluarga yang memiliki media visual seperti TV, radio dan lain-lain. Berdsarkan wawancara dengan bidan di Desa .................. terdapat 18 ibu hamil 36 ibu yang mempunyai bayi 0-12 bulan dan 228 balita. Dari wawancara tersebut pula didapatkan informasi bahwa masih banyak para ibu yang belum memahami arti pentingnya kesehatan terutama kehamilan, persalinan dan nifas setelah diberikan penyuluhan dan informasi dari tenaga kesehatan para ibu mengetahui tentang kesehatan khususnya kehamilan, persalinan dan nifas. Sehingga gangguan dalam kesehatan dan persalinan akan segera ketenaga kesehatan apabila ada gangguan atau komplikasi akan cepat terdeteksi dan tertangani. Dari uraian tersebut maka Penulis untuk mengadakan penelitian tentang gambaran pengetahuan ibu hamil tentang melahirkan di bidan di Desa .................. Kabupaten ...................


B. Rumusan Masalah
Berdasarkan masalah tersebut Penulis merumuskan masalah sebagai berikut “Bagaimana pengetahuan ibu hamil tentang melahirkan di bidan di desa .................. Kab. ..................”.

C. Ruang Lingkup
Dalam penelitian ini penulis membatasi ruang lingkup yang diteliti sebagai berikut :
1. Sifat penelitian : Deskriptif
2. Subjek penelitian : Ibu hamil di desa .................. tentang melahirkan di bidan.
3. Objek penelitian : Pengetahuan ibu hamil tentang melahirkan di bidan di Desa .................. Kab. ...................
4. Lokasi penelitian : Desa .................. Kabupaten ...................
5. Waktu penelitian : Setelah proposal disetujui.

D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran pengetahuan ibu tentang melahirkan di bidan.
2. Tujuan Khusus
Diketahuinya pengetahuan ibu tentang melahirkan di bidan meliputi :
a. Pengetahuan ibu tentang kehamilan.
b. Pengetahuan ibu tentang persalinan.
c. Pengetahuan ibu tentang masa nifas.
E. Manfaat Penelitian
1. Bagi Ibu Hamil/Responden
Sebagai masukan bahan pengetahuan untuk ibu hamil, sehingga mereka dapat mengetahui proses kehamilan, melahirkan, nifas dan asuhan post partum, dengan demikian diharapkan gangguan/komplikasi dalam kehamilan dan persalinan dapat di deteksi secara dini melalui penyuluhan oleh tenaga kesehatan.

2. Bagi Puskesmas
Sebagai bahan masukan bagi Puskesmas Wonosobo untuk mengetahui gambaran pengetahuan ibu tentang melahirkan di bidan di desa ...................

3. Bagi Bidan
Sebagai salah satu bahan masukan bagi bidan sebagai tenaga kesehatan yang berada di masyarakat, untuk melakukan tindakan promotif seperti penyuluhan dan memberikan pengetahuan ibu tentang melahirkan di bidan.

4. Bagi Institusi Pendidikan Program Studi Kebidanan ..................
Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi masukan untuk memperluas wawasan mahasiswa tentang melahirkan di bidan.

Pengetahuan dan sikap siswa kelas 1 SMP tentang pubertas di SMP ....

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Data demografi menunjukkan bahwa remaja merupakan populasi yang besar dari penduduk dunia. Menurut WHO (1995) sekitar seperlima dari penduduk dunia adalah remaja berumur 10-19 tahun. Sekitar 900 juta berada di negara sedang berkembang. Data demografi di Amerika Serikat (1990) menunjukkan jumlah remaja berumur 10-19 tahun sekitar 15% populasi. Di Asia Pasifik dimana penduduknya merupakan 60% dari penduduk dunia, seperlimanya adalah remaja umur 10-19 tahun. Di Indonesia menurut Biro Pusat Statistik (1999) kelompok umur 10-19 tahun adalah sekitar 22%, yang terdiri dari 50,9% remaja laki-laki dan 49,1% remaja perempuan (dikutip dari Nancy P, 2002) (Soetjiningsih, 2004 : 1).
Seringkali dalam pembahasan soal remaja digunakan istilah pubertas. Istilah pubertas digunakan untuk menyatakan perubahan biologis yang meliputi morfologi dan fisiologi yang terjadi dengan pesat dari masa anak-anak ke masa dewasa, terutama kapasitas reproduksi yaitu perubahan alat kelamin dari tahap anak ke dewasa.
Pertumbuhan yang terjadi pada masa pubertas sekitar 20% dari tinggi akhir, rata-rata keseluruhannya 23-28 cm pada remaja perempuan dan 26-28 cm pada remaja laki-laki. Rata-rata pacu tumbuh terjadi selama 24-36 bulan. Puncak kecepatan tinggi badan (PHV) pada remaja perempuan terjadi 18-24 bulan lebih cepat dari pada remaja laki-laki (Soetjiningsih, 2004 : 5).
Pubertas terlambat (delayed puberty) pada perempuan didefinisikan tidak membesarnya payudara sampai umur 13 tahun, tidak adanya menstruasi sampai umur 15 tahun. Pada laki-laki pubertas terlambat adalah bila panjang testis tidak mencapai 2,5 cm atau volume testis tidak mencapai 4 ml sampai umur 14 tahun. Secara statistik pubertas yang mengalami keterlambatan sebanyak 2,5 dari normal populasi remaja pada kedua kelamin (Soetjiningsih, 2004 : 67).
Keterlambatan pubertas pada remaja sangat mempengaruhi secara psikososial. Pengaruh tersebut antara lain: Gejala tekanan emosional seperti mudah marah dan depresi, gangguan psikomotor seperti sakit perut, menjauhi teman-teman sebayanya, penampilan bersekolah yang kurang, peningkatan absen sekolah penurunan aktivitas olah raga, perkataan dan pendidikan yang tidak adekuat, peningkatan ketergantungan.
Kurangnya pemahaman tentang perilaku seksual pada masa remaja amat merugikan bagi remaja sendiri termasuk keluarga, sebab pada masa ini remaja mengalami perkembangan yang penting yaitu kognitif, emosi, sosial dan seksual. Perkembangan ini akan berlangsung mulai sekitar 12 tahun sampai 20 tahun. Kurangnya pemahaman ini disebabkan oleh berbagai faktor antara lain: adat istiadat, budaya, agama dan kurangnya informasi dari sumber yang benar. Kurangnya pemahaman ini akan mengakibatkan berbagai dampak yang justru amat merugikan kelompok remaja dan keluarganya. Dilaporkan bahwa 80% laki-laki dan 70% perempuan melakukan hubungan seksual selama masa pubertas dan 20% dari mereka mempunyai empat atau lebih pasangan. Ada sekitar 53% perempuan berumur antara 15-19 tahun melakukan hubungan seksual pada masa remaja, sedangkan jumlah laki-laki yang melakukan hubungan seksual sebanyak dua kali lipat dari pada perempuan (Soetjiningsih, 2004 : 133).
Berdasarkan uraian diatas didapat bahwa tingkat pengetahuan mengenai perubahan pada masa pubertas sangat mempengaruhi sikap dan pola perilaku remaja. Oleh karena itu peneliti merasa perlu melakukan penelitian tentang hal tersebut. Hal ini penting karena dengan mengetahui sejauh mana perubahan yang sering terjadi dalam diri remaja maka remaja akan mengambil sikap yang benar dalam menghadapi hal tersebut. Peneliti ingin mengetahui tingkat pengetahuan remaja mengenai perubahan masa pubertas yang dialami oleh remaja itu sendiri.
SMP .................. adalah salah satu sekolah di Bandar Lampung dari studi pendahuluan yang penulis lakukan di SMP tersebut diatas melalui wawancara langsung dengan siswa-siswi kelas 1 tanggal 22 Maret 2007 sebanyak 11 orang, diperoleh bahwa belum pernah ada penyuluhan atau informasi tentang pubertas remaja. Dengan banyaknya jumlah remaja yang sedang masa pubertas dan kompleksitas permasalahan yang akan dihadapi remaja, maka penulis perlu mengetahui tingkat pengetahuan dan sikap para siswa-siswi SMP .................. kelas 1 khususnya tentang pubertas.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang permasalahan diatas, maka penulis merumuskan masalah yaitu “Bagaimanakah tingkat pengetahuan dan sikap siswa-siswi kelas 1 tentang pubertas?”.



C. Ruang Lingkup Penelitian
Penulis membatasi ruang lingkup yang diteliti sebagai berikut :
1. Sifat Penelitian : Studi Deskriptif
2. Subyek Penelitian : Siswa kelas 1 SMP
3. Objek Penelitian : Pengetahuan dan sikap siswa kelas 1 tentang
pubertas
4. Lokasi Penelitian : SMP ..................
5. Waktu Penelitian : Mei - Juni 2007

D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Memperoleh tingkat pengetahuan dan sikap siswa SMP kelas 1 tentang pubertas.

2. Tujuan Khusus
a. Memperoleh pengetahuan siswa / siswi tentang pubertas di SMP ...................
b. Memperoleh pengetahuan siswa / siswi tentang ciri-ciri pubertas.
c. Memperoleh pengetahuan siswa / siswi tentang perubahan fisik yang terjadi pada saat pubertas.
d. Memperoleh pengetahuan siswa /siswi tentang bahaya pada masa puber.
e. Memperoleh sikap siswa / siswa tentang pubertas di SMP ...................

E. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi :
1. Instansi Tempat Penelitian
Sebagai masukan informasi bagi pihak sekolah tentang keadaan remaja awal saat ini sehingga pihak sekolah dapat mencari solusi dalam membantu menyelesaikan masalah yang siswa kelas 1 hadapi dan dapat membantu dalam mempersiapkan masa pubertasnya.

2. Bagi Siswa-Siswi
Penulis berharap bahwa penelitian ini akan bermanfaat sebagai bahan masukan bagi siswa yang sudah memasuki masa pubertas. Dengan adanya penyuluhan tentang pubertas disekolah, mudah-mudahan mereka memahami dan mengetahui masalah-masalah yang berhubungan dengan pubertas, agar mereka tidak terjerumus kearah negatif.

3. Bagi Penelitian Selanjutnya
Sebagai bahan informasi untuk penelitian selanjutnya yang akan melakukan penelitian yang lebih mendalam tentang pubertas.

Pengetahuan bidan tentang penanggulangan nyeri persalinan non farmakologis

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Nyeri merupakan bagian integral dari persalinan dan melahirkan (Melzack, 1984 dalam Rosemary Mander, 2004). Ini berarti setiap persalinan dan melahirkan pasti disertai nyeri. Nyeri saat persalinan tidak semua dapat diadaptasi oleh ibu meskipun nyeri tersebut merupakan hal yang fisiologis dalam proses persalinan, sehingga tidak jarang nyeri persalinan menyebabkan meningkatnya rasa takut atau cemas pada ibu.
Dampak dari rasa kecemasan ibu tersebut dikenal dengan ”Respon melawan atau menghindar (Fight or Flight)”. Respon fight or flight yaitu suatu proses fisiologis yang meningkatkan kemampuan menyelamatkan diri pada hewan atau manusia yang mengalami bahaya atau ketakutan. Respon ini dipicu oleh adanya bahaya fisik, ketakutan, kecemasan, dan bentuk distress lainnya, disamping itu respon fight or flight juga dipicu oleh melimpahnya kadar katekolamin atau hormon stres seperti efineprin, norefineprin dan kortisol.
Peningkatan kadar katekolamin pada ibu bersalin yang dipicu karena kecemasan akibat nyeri juga akan menyebabkan penurunan aliran darah ke rahim, penurunan konstraksi rahim dan peningkatan waktu lamanya kala I, sedangkan peningkatan kadar katekolamin pada janin akan menyebabkan penurunan aliran darah ke plasenta, penurunan oksigen dan penurunan Denyut Jantung Janin (DJJ) (Penny Simkin & Ruth Ancheta, 2005).
Nyeri hebat dan kontinyu pada proses persalinan dapat menimbulkan perubahan pada fungsi tubuh yang bermakna antara lain hiperventilasi (4-20 kali dari normal) dengan alkalosis respiratorik berat, kenaikan curah jantung ( 50-150%), kenaikan tekanan darah (20-40%), kenaikan metabolisme dan konsumsi oksigen, sedangkan motilitas saluran pencernaan dan buli-buli menurun.
Nyeri dan psikis (kecemasan atau keadaan emosi wanita) juga merupakan penyebab intrinsik distosia pada persalinan, sedangkan distosia persalinan merupakan indikasi paling umum untuk kejadian seksio sesarea primer. Distosia juga berperan tidak langsung terhadap jumlah berulangnya seksio sesarea, sebagai contoh, di Amerika serikat pada tahun 1996 angka kelahiran pervaginam relatif rendah dari pada angka kejadian seksio sesarea yaitu menunjukkan angka kurang dari 30%.
Nyeri yang ikut mempengaruhi proses persalinan tersebut disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu : iskemia dinding korpus, peregangan vagina, keadaan mental ibu serta peningkatan prostaglandin sebagai respon terhadap stres. Fase laten pada beberapa wanita menjadi sangat nyeri karena beberapa alasan, diantaranya karena penyebab fisik seperti kontraksi yang dipicu oksitosin, kondisi yang mengharuskan ibu untuk tetap di tempat tidur, luka parut pada serviks serta janin pada posisi oksiput posterior, sedangkan penyebab nyeri secara psikologis meliputi ketakutan, kecemasan, kesendirian, stres, kelelahan, kemarahan dan perasaan putus asa serta takut akan hal-hal yang tidak di ketahui atau mengasihani diri sendiri.
Di negara yang sudah maju penanggulangan nyeri pada persalinan sudah lama berkembang. Di Indonesia sendiri walaupun banyak yang berpendapat bahwa rasa sakit itu wajar dalam persalinan, tetapi ada beberapa rumah sakit, terutama untuk persalinan dengan tindakan darurat, usaha untuk mengurangi rasa sakit ini dilakukan walaupun masih secara konvensional, yaitu dengan cara pemberian obat-obatan narkotika atau sedativa.
Menurut Simkin (1989) wanita yang akan bersalin ingin mengurangi nyeri yang dirasakannya tetapi tidak dengan metode farmakologis, alasannya yaitu adanya rasa kekecewaan yang meningkatkan kesadaran adanya efek samping dari pengobatan yang merugikan, nyeri persalinan merupakan tanggung jawabnya sendiri dan nyeri persalinan merupakan pengaruh dari perawatan diri. Simkin (1989) menyebutnya 3 fenomena paralel yang mempengaruhi minat wanita bersalin.
Kompres panas/ hangat, kompres dingin, hidroterapi, perubahan posisi dan ambulasi, dukungan dalam persalinan, relaksasi, musik, teknik pernapasan, penekanan pada lutut/ tumit/ pada tulang metakarpal adalah beberapa metode pengurangan nyeri pada persalinan non farmakologis.
Bidan sebagai salah satu ujung tombak dalam pemberian pelayanan kesehatan maternal yang berkualitas, harus mempunyai kemampuan yang memadai dalam memberikan pelayanan terhadap ibu bersalin termasuk dalam hal pengurangan/ penanggulangan nyeri persalinan non farmakologis. Bukan saja kemampuan dalam mengenal/ mengetahui metode/ teknik-teknik pengurangan nyeri pada persalinan tetapi juga mampu melaksanakannya pada tiap-tiap ibu bersalin. Sehingga ibu mampu melewati persalinannya dengan nyaman dan aman.
Berdasarkan hasil pengamatan dari peneliti, para bidan di wilayah kerja puskesmas .................. yang terdiri dari 13 orang bidan, dimana 5 orang diantaranya telah lulus program DIII kebidanan dan 8 orang lainnya DI kebidanan, pada saat menolong persalinan hanya menggunakan tehnik pernafasan, dukungan persalinan dan relaksasi dalam mengurangi nyeri persalinan, padahal masih terdapat metode penanggulangan nyeri lainnya.
Berdasarkan data tersebut di atas, maka peneliti tertarik untuk meneliti lebih dalam pengetahuan bidan tentang penanggulangan nyeri persalinan non farmakologis di wilayah kerja puskesmas .................. tahun 2007.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka peneliti membuat rumusan masalah : “Bagaimanakah pengetahuan bidan tentang penanggulangan nyeri persalinan non farmakologis di wilayah kerja Puskesmas .................. tahun 2007”.


C. Ruang Lingkup Penelitian
Dalam penelitian ini penulis menetapkan ruang lingkup penelitian sebagai berikut :
1. Jenis Penelitian : Deskriptif
2. Objek Penelitian : Pengetahuan bidan tentang penanggulangan nyeri persalinan non farmakologis dengan metode kompres panas, kompres dingin, penekanan pada lutut (knee press) dan pernafasan.
3. Subjek penelitian : Semua bidan dengan latar belakang pendidikan D1 kebidanan dan bertugas di wilayah kerja Puskesmas ...................
4. Lokasi penelitian : Wilayah kerja Puskesmas ..................
5. Waktu Penelitian : 4 – 6 – 2007 s/d 10 – 6 - 2007
D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui pengetahuan bidan tentang penanggulangan nyeri persalinan non farmakologis di wilayah kerja Puskesmas ..................

2. Tujuan Khusus
Penelitian ini secara khusus bertujuan untuk :
a. Diketahuinya pengetahuan bidan tentang penanggulangan nyeri persalinan non farmakologis dengan menggunakan kompres panas/ hangat.
b. Diketahuinya pengetahuan bidan tentang penanggulangan nyeri persalinan non farmakologis dengan menggunakan metode kompres dingin
c. Diketahuinya pengetahuan bidan tentang penanggulangan nyeri persalinan non farmakologis dengan menggunakan metode penekanan pada lutut (knee press)
d. Diketahuinya pengetahuan bidan tentang penanggulangan nyeri persalinan non farmakologis dengan menggunakan metode pernafasan.

E. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat :
1. Bagi puskesmas ..................
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan masukan bagi tenaga puskesmas .................. dalam meningkatkan pengetahuan tentang penanggulangan nyeri persalinan non farmakologis.
2. Bagi Bidan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dalam menerapkan metode penanggulangan nyeri persalinan non farmakologis pada praktek kebidanan sehingga mampu meningkatkan mutu pelayanan maternal yang berkualitas.
3. Bagi Prodi Kebidanan ..................
Sebagai bahan pertimbangan atau bahan masukan dalam melakukan penelitian yang berkaitan dengan penanggulangan nyeri persalinan non farmakologis.

Gambaran pasangan usia subur yang tidak mengikuti keluarga berencana

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Program Keluarga Berencana nasional bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak serta mewujudkan keluarga kecil yang berbahagia sejahtera melalui pengendalian kelahiran dan pertumbuhan penduduk, dan membantu usaha peningkatan perpanjangan harapan hidup, menurunnya tingkat kematian bayi serta menurunnya kematian ibu karena kehamilan dan persalinan (Hartanto,2002). Keluarga Berencana Nasional mempunyai arti penting dalam pelaksanaan pembangunan dibidang kependudukan dan keluarga kecil berkualitas sehingga harus dilaksanakan secara berkesinambungan (BKCS-KB Kota ..................,2006).
Upaya menekan jumlah warga yang hidup dibawah garis kemiskinan dan mencegah terjadinya kelaparan, mustahil ditempuh tanpa mengendalikan secara ketat tingkat kelahiran. Pengendalian pertumbuhan dan jumlah penduduk memiliki implikasi terhadap peningkatan sumber daya manusia dan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi dan pembangunan kualitas sumber daya manusia sulit terlaksana jika jumlah penduduk tidak terkendali. Jumlah penduduk Indonesia mencapai 220 juta jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk 1,49% pertahun artinya setiap tahun jumlah penduduk Indonesia bertambah 3 – 3,5 juta jiwa dan ini hampir sama dengan jumlah penduduk Singapura.

Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS) memproyeksikan pada tahun 2025 penduduk Indonesia akan berjumlah 273,6 juta jiwa. Jika Keluarga Berencana tidak ditangani dengan serius jumlah penduduk akan lebih besar dari jumlah tersebut. Berarti beban pemerintah pusat, propinsi, dan kabupaten/kota akan sangat berat dalam penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan, pendidikan, lapangan kerja dan lain-lain.
Angka kematian ibu masih tinggi yaitu 390 per 100.000 kelahiran. Progarm Keluarga Berencana berpotensi menyelamatkan kehidupan melalui 2 keadaan yaitu dengan cara memungkinkan wanita untuk merencanakan kehamilan sedemikian rupa sehingga dapat menghindari terjadinya kehamilan pada umur tertentu atau jumlah persalinan yang membawa bahaya tambahan dengan cara nenurunkan tingkat kesuburan secara umum yaitu mengurangi jumlah kematian absolut dalam populasi, dan mengurangi jumlah kehamilan yang tak diinginkan sehingga mengurangi praktek pengguguran yang ilegal berikut kematian yang ditimbulkannya (Royston, 1994).
Di Indonesia terdapat 66% PUS yang mengikuti Keluarga Berencana, hal ini berarti ada sekitar 34% PUS di Indonesia yang tidak mengikuti Keluarga Berencana. Kondisi tersebut bila tidak diintervensi, dikhawatirkan dalam beberapa tahun kedepan Indonesia akan mengalami ledakan jumlah penduduk.
Berdasarkan data Badan Kesejahteraan Catatan Sipil Keluarga Berencana (BKCS-KB) Kota .................. pada bulan Desember tahun 2006 jumlah peserta PUS diwilayah Kota .................. sebesar 24.331 pasangan, dengan jumlah peserta Keluarga Berencana aktif sebanyak 17.741 pasangan dan PUS yang tidak mengikuti Keluarga Berencana diwilayah Kota .................. sebanyak 6585 pasangan dengan persentase 27,08% (BKCS-KB Kota ..................,2006).
Berdasarkan data Penyuluh Lapangan Keluarga Berencana (PLKB) Kecamatan .................. jumlah PUS yang tidak mengikuti Keluarga Berencana diwilayah .................. sebesar 1582 pasang dengan persentase 29,56%. PUS yang tidak mengikuti Keluarga Berencana tertinggi berada di Kelurahan .................. sebesar 477 pasangan dengan persentase 30,13% dengan perincian sebagai berikut:
Tabel 1. Rekapitulasi Hasil Pendataan Keluarga Tingkat Kecamatan Tahun 2006.
No Kelurahan PUS Bukan Peserta KB
Hamil Ingin anak segera Ingin anak ditunda Tidak ingin anak lagi
1. .................. 77 83 171 223
2. Yosodadi 42 67 65 97
3. Yosorejo 43 80 99 136
4. Tejosari 13 16 29 119
5. Tejo Agung 29 37 46 110
Jumlah 204 283 410 685
Sumber : PLKB Kecamatan .................. Tahun 2006
Wanita saat akan menentukan kapan dan metode kontrasepsi apa yang akan digunakan harus mempertimbangkan pengaruh metode kontrasepsi terhadap fungsi reproduksi, salah satu alasan yang paling banyak disebutkan dalam penghentian kontrasepsi adalah efek samping yang dirasakan. Menurut penelitian yang dilakukan oleh WHO pada 5332 wanita yang telah mempunyai anak di 14 negara berkembang menunjukkan bahwa banyak wanita berhenti menggunakan kontrasepsi IUD, oral dan suntik dikarenakan mereka tidak dapat menerima perubahan pola menstruasi (Klobinsky,1997).

Perasaan dan kepercayaan wanita mengenai tubuh dan seksualitasnya tidak dapat dikesampingkan dalam pengambilan keputusan dalam menggunakan kontrasepsi. Banyak wanita takut siklus normalnya berubah karena mereka takut perdarahan yang lama dapat mengubah pola hubungan seksual dan juga dapat membatasi aktivitas keagamaan maupun budaya. Dinamika seksual dan kekuasaan antara pria dan wanita dapat menyebabkan penggunaan kontrasepsi terasa canggung bagi wanita. Pendapat suami mengenai Keluarga Berencana cukup kuat pengaruhnya untuk menentukan penggunaan metode keluarga berencana oleh istri. Berbagai budaya mendukung kepercayaan bahwa pria mempunyai hak akan fertilitas istri mereka. Di Papua Nugini dan Nigeria, wanita tidak dapat membeli kontrasepsi tanpa persetujuan suami.(Klobinsky,1997).
Tingginya jumlah PUS yang tidak mengikuti Keluarga Berencana di Kelurahan .................. menarik minat peneliti untuk melakukan penelitian tentang gambaran pasangan usia subur yang tidak mengikuti Keluarga Berencana di Kelurahan ...................

B. Rumusan masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah diatas, maka peneliti merumuskan masalah dalam penelitian ini yaitu “Bagiamana Gambaran Pasangan Usia Subur Yang Tidak Mengikuti Keluarga Berencana di Kelurahan .................. pada tahun 2006?”





C. Ruang lingkup penelitian
Dalam masalah ini penulis membatasi ruang lingkup penelitian sebagai berikut:
1. Jenis penelitian : Deskriptif
2. Subyek penelitian : PUS yang tidak mengikuti Keluarga Berencana usia 15-49 tahun 2006
3. Obyek penelitian : Gambaran PUS yang tidak mengikuti Keluarga Berencana di Kelurahan .................. ditinjau dari ekonomi, efek samping dan dukungan suami.
4. Lokasi penelitian : Kelurahan .................., Kecamatan ..................
5. Waktu penelitian : Dilakukan pada tanggal 11 – 16 Juni 2007

D. Tujuan penelitian
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran pasangan usia subur yang tidak mengikuti Keluarga Berencana di Kelurahan .................. tahun 2007 ditinjau dari faktor ekonomi, efek samping dan dukungan suami.
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus dalam penelitian ini adalah:
a. Diketahuinya alasan PUS tidak mengikuti Keluarga Berencana ditinjau dari faktor ekonomi di Kelurahan ...................
b. Diketahuinya alasan PUS tidak mengikuti Keluarga Berencana ditinjau dari faktor efek samping di Kelurahan ...................
c. Diketahuinya alasan PUS tidak mengikuti Keluarga Berencana ditinjau dari faktor dukungan suami di Kelurahan ...................

E. Manfaat penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat :
1. Bagi Peneliti
Bagi peneliti manfaat penelitian ini adalah untuk meningkatkan dan menambah pengetahuan serta pengalaman dalam penulisan KTI terkait dengan faktor – faktor yang mempengaruhi PUS tidak mengikuti Keluarga Berencana
2. Bagi tempat penelitian
Bagi tempat penelitian diharapkan dapat menjadi bahan evalusi tenaga kesehatan dan Penyuluh Lapangan Keluarga Berencana untuk meningkatkan kesertaan PUS dalam mengikuti Keluarga Berencana.
3. Bagi Studi Kebidanan ..................
Bagi Institusi Pendidikan diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi masukan dan menambah wawasan mahasiswa tentang faktor-faktor yang mempengaruhi PUS tidak mengikuti Keluarga Berencana dan menjadikan penelitian berikutnya menjadi lebih baik terkait dengan gambaran PUS tidak menigkuti Keluarga Berencana ditinjau dari ekonomi, efek samping dan dukungan suami.

Gambaran penatalaksanaan pre-operasi seksio sesarea

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Besarnya persalinan secsio sesarea (SC) dibandingkan persalinan normal tetap mengandung risiko dan kerugian yang lebih besar seperti risiko kematian dan komplikasi yang lebih besar seperti resiko kesakitan dan menghadapi masalah fisik pasca operasi seperti timbulnya rasa sakit, perdarahan, infeksi, kelelahan, sakit punggung, sembelit dan gangguan tidur juga memiliki masalah secara psikologis karena kehilangan kesempatan untuk berinteraksi dengan bayi dan merawatnya (Depkes RI, 2006 : 9).
Di Indonesia terutama di kota-kota besar, keputusan ibu hamil untuk melahirkan dengan SC walau tidak memiliki indikasi medis paling banyak disebabkan oleh adanya ketakutan menghadapi persalinan normal atau yang lebih dikenal sebagai rasa takut akan kelahiran (fear of childbirth) akan tetapi di Indonesia faktor psikologis ibu ini nampak kurang diperhatikan (Kasdu dalam Depkes RI, 2006 : 9-10). Oleh karena itu pentingnya suatu perencanaan yang menyangkut pada kesehatan fisik dan psikis calon orang tua serta kesehatan janin. (Kasdu, 2003 : 32-33).
Berdasarkan hasil penelitian terdapat sekitar 20 % persalinan harus dilakukan dengan SC, baik karena pertimbangan untuk menyelamatkan ibu dan janinnya ataupun keinginan pribadi pasien (Kasdu, 2003 : iii). Persalinan secara SC di Amerika Serikat terdapat 85 % dengan indikasi riwayat SC, distosia persalinan, gawat janin dan letak sungsang (Cunningham, dkk, 2006 : 595). Sedangkan di Indonesia menurut Survei Demografi dan Kesehatan pada tahun 1997 dan tahun 2002-2003 mencatat angka persalinan SC secara nasional hanya berjumlah kurang lebih 4 % dari jumlah total persalinan. Secara umum jumlah SC di rumah sakit pemerintah adalah sekitar 20-25 % dari total persalinan, sedangkan di rumah sakit swasta jumlahnya sangat tinggi yaitu sekitar 30-80 % dari total persalinan (Depkes RI, 2006 : 9). Berdasarkan data yang diperoleh dari catatan Medical Record RSUD .................. tahun 2006, didapatkan data bahwa angka kejadian SC di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Jendral Ahmad Yani Kota .................. sebesar 11, 27 % dari total persalinan (Medical Record, 2006) dan dari informasi sejumlah mahasiswa yang mempunyai pengalaman magang dan pengalaman pasien yang pernah menjalani operasi SC di ruang bersalin RSUD .................., penatalaksanaan pre-operasi SC belum dilaksanakan semuanya sesuai dengan teori dalam asuhan kebidanan.
Tingginya persentase persalinan SC menimbulkan kekhawatiran bahwa hal ini disebabkan semakin banyaknya persalinan bedah tanpa indikasi medis, melainkan karena permintaan ibu hamil yang memandang SC merupakan alternatif yang lebih baik dibandingkan persalinan normal. (Depkes RI, 2006 : 9). Seharusnya SC dilakukan jika keadaan medis memerlukannya. Dalam hal ini, janin atau ibu dalam keadaan gawat darurat dan hanya dapat diselamatkan jika persalinan dilakukan dengan jalan operasi atau SC (Kasdu, 2003 : 9). Indikasi medis untuk SC adalah jika terjadi disproporsi sevalopelvik, gawat janin, plasenta previa, incoordinate uterine action, eklampsia, dan hipertensi (Mansjoer, dkk, 2005 : 344-345).
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk meninjau penatalaksanaan pre-operasi SC di ruang bersalin RSUD ...................
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti membuat rumusan masalah sebagai berikut: ” Bagaimana gambaran penatalaksanaan persiapan pre-operasi secsio sesarea di ruang bersalin RSUD .................. Tahun 2007?”
C. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini antara lain :
1. Lokasi dan waktu penelitian : penelitian ini akan dilaksanakan di ruang bersalin RSUD .................. pada bulan Juni 2007.
2. Variabel penelitian : variabel bebas penelitian ini adalah penatalaksanaan pre-operasi SC yang meliputi penatalaksanaan persiapan mental spiritual, penatalaksanaan persiapan fisik penderita, pemeriksaan laboratorium dan pramedikasi, sedangkan variabel terikat penelitian ini adalah tenaga kesehatan yang bertugas di ruang bersalin RSUD ...................
3. Jenis penelitian ini : deskriptif.
4. Subjek dan objek penelitian : subjek penelitian ini adalah tenaga kesehatan yang bertugas di ruang bersalin RSUD .................. dan yang menjadi objek penelitian adalah ibu yang bersalin dengan SC di Ruang Bersalin RSUD .................. tahun 2007.
D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui gambaran penatalaksanaan pre-operasi SC di ruang bersalin RSUD .................. tahun 2007.
2. Tujuan khusus penelitian ini untuk :
a. Mengetahui gambaran penatalaksanaan persiapan mental spiritual pre-operasi SC di ruang bersalin RSUD ...................
b. Mengetahui gambaran penyuluhan pre-operasi SC di ruang bersalin RSUD ...................
c. Mengetahui gambaran penatalaksanaan persiapan fisik penderita di ruang bersalin RSUD ...................
d. Mengetahui gambaran penatalaksanaan laboratorium di ruang bersalin RSUD ...................
e. Mengetahui gambaran penatalaksanaan premedikasi di ruang bersalin RSUD ...................
E. Manfaat Penelitian
1. Bagi RSUD .................. diharapkan dapat memberikan gambaran mutu pelayanan dalam penatalaksanaan dan sebagai bahan untuk motivasi meningkatkan mutu pelayanan dalam penatalaksanaan persiapan pre-operasi SC.
2. Institusi pendidikan Program Studi Kebidanan .................., memberikan bahan masukan dalam pengembangan ilmu pengetahuan tentang penatalaksanaan persiapan pre-operasi SC dalam silabus pembelajaran.
3. Bagi penelitian lainnya, sebagai bahan perbandingan dan masukan untuk melakukan penelitian selanjutnya tentang penatalaksanaan persiapan pre-operasi SC.

Faktor-faktor penyebab gangguan pemberian ASI pada ibu di desa .....

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada waktu lahir bayi mempunyai berat badan sekitar 3 kg dan panjang badan 50 cm. Pada umur 5 – 6 bulan berat badan bayi sudah mencapai dua kali, pada umur 12 bulan sudah 3 kali berat badan lahir, dan tahun-tahun berikutnya kenaikan berat badan tidak begitu cepat lagi lebih kurang 2 kg tiap tahunnya (Pudjiadi, 1997). Tetapi rata-rata pertambahan berat badan perbulan pada kelompok bayi yang diberi ASI eksklusif lebih besar dari pada bayi yang tidak diberi ASI eksklusif. Selain itu proporsi bayi yang mengalami gangguan kesehatan berupa diare, panas, batuk dan pilek pada kelompok bayi yang tidak diberi ASI eksklusif lebih besar dari pada bayi yang mendapat ASI eksklusif (Depkes RI, 2004).
Pemberian ASI dirasakan sangat menurun di beberapa negara industri dan menurun sangat cepat di negara-negara berkembang (G.J.Ebrahim, 1986). Bukti-bukti penurunan ibu dalam pemberian ASI di negara-negara maju misalnya di Amerika pada awal abad ke-20 kira-kira 71% ibu yang memberi ASI dan menurun menjadi 25%. Di Singapura pada tahun 1951 pada ibu dengan sosial ekonomi sedang dan baik 48% bayi mendapat ASI sedangkan pada golongan sosial ekonomi rendah 71%. Tetapi dalam waktu 1 tahun (1961) keadaan ini menurun menjadi 8% ibu-ibu dengan sosial ekonomi sedang dan 42% ibu-ibu dengan sosial ekonomi rendah (Soetjiningsih, 1997).
Di Indonesia menurut hasil Survei Demografi Dan Kesehatan Indonesia tahun 1997 memperlihatkan hanya 52% ibu yang memberikan ASI kepada bayinya. Dipastikan persentase tersebut jauh menurun bila dibandingkan dengan kondisi sebelumnya, 15 tahun lalu sebuah penelitian terhadap 460 bayi rawat gabung (rooming in) di RSCM memperlihatkan bahwa 71,1% ibu tidak memberi ASI eksklusif kepada bayinya (sampai berumur 2 bulan) sedangkan 20,2% diantaranya memberi ASI eksklusif (Pdpersi, 2004).
Di Lampung persentase jumlah bayi yang diberi ASI eksklusif sudah cukup tinggi yaitu 70,33% atau 2.190 bayi dari jumlah bayi keseluruhan 3.114 bayi bila dibandingkan dengan provinsi tetangga seperti Jakarta dan Bengkulu yang masing-masing 64,49% atau 332 bayi dari jumlah bayi 5000 bayi dan 64,49% atau 74.905 bayi dari jumlah bayi 116.149 bayi.
Di Lampung Tengah persentase jumlah bayi yang diberi ASI eksklusif yaitu 96,56% atau 24,862 bayi dari jumlah bayi 25,746 bayi. Tetapi di Kecamatan .................. sendiri persentase bayi yang mendapatkan ASI eksklusif masih rendah yaitu 44,40% atau 448 bayi dari jumlah keseluruhan 1.007 bayi bila dibandingkan dengan Gunung Sugih 52,77% dan Kota Gajah 46,01% (Dinkes Lamteng, 2003).
Penyebab utama ibu-ibu yang tidak memberikan ASI eksklusif kepada bayinya dijelaskan pada tabel di bawah ini.

Tabel 1. Penyebab Utama Ibu Tidak Memberikan ASI

Penyebab Dikota Di Desa
Ibu Sakit 18,6% 46,7%
ASI tidak keluar 49,6% 40,0%
Ibu bekerja 19,5% 33,3%
Sumber : G.J. Ebrahim, 1986:111

Ada penyebab lain yang tidak kalah penting yang menyebabkan ibu tidak mau memberi ASI eksklusif diantara adalah puting susu ibu yang lecet, ibu mengeluh payudaranya terlalu penuh dan terasa sakit (bendungan ASI) serta mastitis, sedangkan persentase yang lebih banyak adalah masalah puting susu lecet 57%. (Soetjiningsih, 1997).
Berdasarkan data dan uraian dari latar belakang maka penulis ingin mengetahui faktor-faktor penyebab gangguan pemberian ASI pada ibu di desa .................. kecamatan ...................

B. Rumusan Masalah
Dari data yang ada pada latar belakang di atas, maka penulis merumuskan masalah dalam penelitian ini yaitu “Faktor-faktor apa yang menyebabkan gangguan permberian ASI pada ibu di desa .................. Kecamatan ..................?”.


C. Ruang Lingkup Penelitian
Dalam penelitian ini penulis membatasi ruang lingkup penelitian sebagai berikut :
1. Sifat penelitian : Deskriptif
2. Subyek penelitian : Ibu menyusui
3. Obyek penelitian : Faktor-faktor penyebab gangguan pemberian ASI pada ibu
4. Lokasi : Di Desa .................. Kecamatan ..................
5. Waktu penelitian : Tanggal 5 Mei - 11 Juni 2007

D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan masalah yang ada maka peneliti menetapkan tujuan umum dan tujuan khusus dari penelitian ini adalah :
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui faktor-faktor penyebab gangguan pemberian ASI pada ibu di desa .................. Kecamatan ...................

2. Tujuan Khusus
a. Diketahui faktor ibu sakit sebagai penyebab gangguan pemberian ASI.
b. Diketahui faktor ibu bekerja sebagai penyebab gangguan pemberian ASI.
c. Diketahui faktor puting susu lecet sebagai penyebab gangguan pemberian ASI.
d. Diketahui faktor bendungan ASI sebagai penyebab gangguan pemberian ASI.
e. Diketahui faktor mastitis sebagai penyebab gangguan pemberian ASI.

E. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini diharapkan memberikan :
1. Bagi Institusi Pendidikan
Hasil penelitian ini diharapkan bisa bermanfaat bagi mahasiswi kebidanan khususnya mahasiswi Politeknik Kesehatan Tanjung Karang Prodi Kebidanan ...................
2. Bagi Desa ..................
Diharapkan bermanfaat sebagai sumbangan pemikiran dan bahan masukan terhadap peningkatan pemberian ASI di desa .................. Kecamatan .................. Lampung Tengah.
3. Bagi Penulis
Penulis/peneliti dapat mengetahui dengan jelas tentang faktor penyebab gangguan pemberian ASI pada ibu, sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan tentang ilmu kebidanan.

Gambaran penatalaksanaan manajemen aktif kala III oleh bidan

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Mortalitas dan morbilitas pada wanita hamil dan bersalin adalah masalah besar di suatu negara. Kematian saat melahirkan biasanya menjadi faktor utama mortalitas wanita muda pada puncak produktivitasnya Untuk pertama kalinya masalah kematian ibu dibahas dalam forum konferensi internasional di Nairobi, Kenya. Konferensi tersebut diadakan karena WHO memperkirakan lebih dari 585.000 ibu pertahunnya meninggal saat hamil atau bersalin dan kasus tersebut 50% terjadi di negara berkembang (Prawirohardjo, 2002). Survey demografi kesehatan Indonesia tahun 1994 menunjukkan angka 390 per 100.000 kelahiran hidup. SDKI 1997 angka kematian ibu sebesar 373 per 100.000 kelahiran hidup dan hasil SDKI 2002-2003 307 per 100.000 kelahiran hidup. Walaupun menunjukkan penurunan yang bermakna, target nasional untuk menurunkan AKI menjadi 125 per 100.000 kelahiran hidup di tahun 2010 masih jauh untuk di capai (Dinkes .................., 2005).
Tahun 2003, jumlah kematian ibu maternal yaitu 98 dari 186.248 ibu hamil dan meningkat menjadi 145 pada tahun 2004 dan tetap sama pada tahun 2005 sebanyak 245 kasus dari 165.347 kelahiran hidup (Profil Dinkes Propinsi Lampung, 2005). Data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan .................. di .................. selama lima tahun terakhir yaitu tahun 2000 terdapat 1 kematian ibu dengan penyebab kematian satu kasus perdarahan postpartum (1/2.796 kelahiran hidup atau 36/100.000 kelahiran hidup), tahun 2001 terdapat 3 kematian ibu (3/2.596 kelahiran hidup). Tahun 2002 terdapat 3 kasus kematian ibu dengan penyebab kematian eklampsia, ruptur uteri dan perdarahan postpartum (3/3.212 kelahiran hidup atau 93/100.000) tahun 2003 terdapat 2 kematian ibu dengan penyebab kematian eklampsia postpartum dan perdarahan postpratum atau 73/100.000 kelahiran hidup, pada tahun 2004 terdapat 1 kematian ibu dengan penyebab kamatian perdarahan postpartum atau 34/100.000 kelahiran hidup. Tahun 2005 terdapat 2 kematian ibu dengan penyebab kematian kelainan jantung (Dinkes .................., 2007).
Menurut Depkes (2002), penyebab kematian ibu terbanyak (90%) disebabkan oleh komplikasi obstetri yaitu perdarahan (60-70%). Salah satu pencegahannya adalah dengan melaksanakan manaemen aktif kala III. Tindakan manajemen aktif kala III akan lebih efektif dalam pelepasan plasenta bila dikombinasikan dengan penarikan tali pusat terkendali.
Selama dekade terakhir, penelitian klinis telah menunjukkan bahwa menejemen aktif kala III persalinan dapat menurunkan kejadian perdarahan postpartum , mengurangi lamanya kala III. Berdasarkan hal ini maka WHO telah merekomendasikan agar semua dokter dan bidan melaksanakan manajemen aktif kala III dengan alasan bahwa dengan mempersingkat lamanya waktu kala III dapat mengurangi banyaknya darah yang hilang sehingga dapat mengurangi angka kematian dan angka kesakitan yang berhubungan dengan perdarahan (WHO-JHPIGO, 2003).

Seorang ibu dapat meninggal karena perdarahan pasca persalinan dalam waktu kurang dari satu jam. Sebagian besar kematian akibat perdarahan pascapersalinan terjadi pada beberapa jam pertama setelah kelahiran bayi. Karena alasan ini, penatalaksanaan kala III persalinan yang cepat dan tepat merupakan salah satu cara terbaik dan sangat penting untuk menurunkan angka kematian ibu, karena manajemen aktif kala III bertujuan untuk menghasilkan kontraksi uterus yang lebih efektif sehingga dapat mengurangi perdarahan pascapersalinan (Depkes, 2004).
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan sebelumnya tahun 2006 di Puskesmas Way Urang Kecamatan Kalianda Lampung Selatan, didapatkan data bahwa penatalaksanaan manajemen aktif kala III pada tahap pemberian suntikan oksitosin oleh Bidan tidak dilakukan secara sistematis dan tidak lengkap (66,67%). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar Bidan memberikan suntikan oksitosin sebelum bayi lahir, dimana seharusnya pemberianya dilakuka setelah bayi lahir. Untuk tahap penegangan tali pusat secara terkendali (PTT) oleh Bidan dilakukan oleh bidan secara sistematis dan lengkap (66,67%). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar Bidan telah melakukan peregangan tali pusat terkendali. Selanjutnya pada pemijatan fundus uteri (masase) oleh Bidan dilakukan secara tidak sistematis dan tidak lengkap adalah 100%. Hal ini berarti bahwa seluruh bidan melakukan masase fundus uterus sebelum bayi lahir.
Sementara pada penelitian tahun 2004 di RSUD Pringsewu diketahui 53% Bidan sudah cukup paham tentang menejemen aktif kala III dan 27% termasuk katagori kurang. Hal ini dimungkinkan karena kurangnya keterampilan Bidan dalam menerapkan manajemen aktif kala III. Sementara untuk pelaksanaannya 54% termasuk cukup, 13% termasuk katagori baik dan 33% katagori kurang.
Data prasurfey yang penulis peroleh (RSUD .................., 2006) terdapat 7 ibu meninggal di ruang bersalin RSUD .................. metro dengan PPH / Post Partum Hemoragie (2 0rang), Sepsis Post Op (1 orang), DC / Decomp Cotris Post Op (1 orang), Hepatik APP (1 orang) dan Atonia Uteri (2 orang). Sementara untuk pelaksanaan Manajemen Aktif Kala III ada yang masih belum sesuai dengan standar, misalnya kurangnya keterampilan Bidan dalam melakukan masage fundus uteri dan masih ada yang memberikan suntikan oksitosin sebelum bayi lahir di mana seharusnya dilakukan setelah bayi lahir. Hal inilah yang melatarbelakakngi penulis untuk melakukan penelitian bagaimanakah keterampilan Bidan di RSUD .................. metro dalam menerapkan Manajemen Aktif Kala III, apakah sudah sesuai dengan standar atau belum.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: ”Bagaimanakah gambaran penatalaksanaan Manajemen Aktif Kala III oleh Bidan di Ruang Bersalin RSUD .................. tahun 2007?”


C. Ruang Lingkup Penelitian
1. Jenis penelitian : Deskriptif
2. Subjek penelitian : Bidan yang bertugas di Ruang Bersalin RSUD ..................
3. Objek penelitian : Penerapan Manajemen Aktif Kala III oleh Bidan.
4. Tempat penelitian : Ruang Bersalin RSUD ..................
5. Waktu penelitian : Tanggal 6 Juni 2007 sampai 13 Juni 2007
D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Untuk mengetahui gambaran penerapan Manajemen Aktif Kala III oleh Bidan di Ruang Bersalin RSUD .................. tahun 2007.
2. Tujuan khusus
a. Diketahuinya gambaran penatalaksanaan penyuntikan oksitosin pada manajemen aktif kala III oleh Bidan di Ruang Bersalin RSUD ..................
b. Diketahuinya gambaran penatalaksanaan peregangan tali pusat terkendali oleh Bidan di Ruang Bersalin RSUD ..................
c. Diketahuinya gambaran penatalaksanaan pengeluaran plasenta oleh Bidan di Ruang Bersalin RSUD ..................
d. Diketahuinya gambaran penatalaksanaan masase uterus oleh Bidan di Ruang Bersalin RSUD ..................




E. Manfaat Penelitian
Ada beberapa manfaat yang diharapkan dapat diperoleh dalam penelitian ini :
1. Bagi Peneliti
Penulis mengharapkan KTI ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman dalam penerapan mata kuliah Metodologi Penelitian khususnya bidang kebidanan, meningkatkan pengetahuan dan kemampuan tentang Manajemen Aktif Kala III.
2. Bagi Lokasi Penelitian (Ruang Bersalin RSUD ..................)
Hasil penelitian dapat digunakan sebagai bahan masukan bagi RSUD .................. sehingga dapat meningkatkan kemampuan bidan dalam menerapkan Manajemen Aktif Kala III.
3. Bagi Bidan di Ruang bersalin RSUD ..................
Dapat memperluas wawasan Bidan, sebagai bahan masukan agar dapat lebih meningkatkan kemampuan dalam menerapkan asuhan manajemen aktif kala III.
4. Bagi Institusi Pendidikan
Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan atau referensi untuk melakukan penelitian yang berkaitan dengan Manajemen Aktif Kala III.

Gambaran aktivitas seksual wanita menopause

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Menurut (WHO) kesehatan reproduksi merupakan keadaan sehat secara menyeluruh meliputi asfek fisik, mental, sosial dan bukan hanya bebas dari penyakit yang berkaitan dengan sistem reproduksi dan fungsinya, kesehatan reproduksi bukan hanya menambah maslaah kehamilan atau kemandulan, tetapi mencakup seluruh siklus kehidupan seorang wanita dimana dalam menghadapi siklusnya dapat mengalami berbagai problema.
Menurut Mackenzie (1992 : 13) Menopause berasal dari bahasa yunani berarti ”berhentinya haid” dan klimakterium adalah masa peralihan atua anak tangga antara tahun-tahun reproduktif dan menopause sebenarnya.
Menurut At-tharsyah (2001 : 56) Menopause merupakan masa yang kritis dalam kehidupan wanita yang umumnya dimulai pada usia antara 45-55 tahun pada tahun-tahun itu banyak terjadi perubahan fisik maupun psikis pada diri seorang perempuan. Tubuh dan jiwa harus menyesuaikandiri dengan keadaan baru, pada banyak wanita, penyesuaian ini tidak berjalan lancar dan dapat mengakibatkan banyak keluhan, misalnya banyak keringat, jantung berdebar, sakit kepala, mudah tersinggung, cepat merasa lelah dan kurang bersemangat, pada periode inilah biasanya seorang wanita telah merasa dirinya menjadi tua dan takut tidak dapat memenuhi kebutuhan seksual suami.
Hubungan seksual merupakan aktivitas fisik yang juga melibatkan faktor positif, karena itu hubungan seksual memerlukan energi dan secara fisik, tidak berbeda dengan aktivitas fisik yang lain. Hubungan seksual adalah salah satu bentuk ungkapan cinta kasih antara suami istri, juga sebagai sarana komunikasi yang sangat baik untuk mewujudkan keharmonisan sebuah rumah tangga selain untuk mendapatkan keturunan. Dan hubungan seksual juga bertujuan memberikan kepuasan fisik dan mental pada pasangan suami istri. Menurut At-Tharsyah (2001:145)
Pembangunan kesehatan telah meningkatkan status kesehatan dan gizi masyarakat antara lain meningkatkan Umur Harapan Hidup (UHH) di Indonesia dari tahun ketahun, pada tahun 1971 UHH penduduk Indonesia adalah 46,5 tahun dan pada tahun 2005 diperkirakan mencapai 68,2 tahun, disamping itu terjadi pula pergeseran umur menopause dari 46 tahun pada tahun 1980 menjadi 49 tahun pada tahun 2000. (Depkes, 2005)
Jumlah dan proporsi penduduk perempuan yang berusia di atas 50 tahun dan diperkirakan memasuki usia menopause dari tahun ketahun juga mengalami peningkatan yang sangat signifikan, berdasarkan sensus penduduk tahun 2000 jumlah perempuan berusia di atas 50 tahun baru mencapai 15,5 juta orang atau 7,6% dari total penduduk, sedangkan tahun 2020 jumlahnya diperkirakan meningkat menjadi 30,0 juta atau 11,5% dari total penduduk. (Depkes, 2005)
Lebih lanjut ditegaskan, berdasarkan perhitungan statistik, diperkirakan pada tahun 2020 jumlah penduduk Indonesia dan mencapai 262,6 juta jiwa dengan jumlah perempuan yang hidup dalam usia menopause adalah sekitar 30,3 juta jiwa dari jumlah laki-laki, di usia andropause akan mencapai 24,7 jiwa. (Depkes, 2005)

Jumlah perempuan Indonesia yang memasuki masa menopause saat ini tercatat sekitar 7,4 persen dari jumlah penduduk sebanyak 214 juta jiwa, dan jumlah tersebut diperkirakan terus meningkat menjadi 14 persen pada tahun 2015 mendatang (Depkes, 2005)
Berdasarkan hasil pra survey di Desa .................. pada tanggal 20 Maret 2007 diketahui jumlah penduduknya berjumlah 430 jiwa yang terdiri dari 210 kepala keluarga dengan jumlah penduduk wanitanya 123 orang dan yang telah memasuki usia menopause berjumlah 38 orang dengan usia minimal 46 tahun dan yang masih hidup pasangannya berjumlah 27 orang juga masih terlihat harmonis. Secara umum masih tetap melakukan hubungan seksual walaupun berbeda-beda frekuensinya setiap pasangan.
Kehidupan seksual yang harmonis adalah kehidupan yang dapat dinikmati bersama, baik oleh suami ataupun istri, dalam sebuah penelitian mengenai seksualitas di AS di saat dan setelah (perubahan kehidupan) ditemukan, bahwa gairah dan dorongan seksual tidak berubah dalam 60% wanita dan 20% mengalami penurunan dorongan seksual, 20% lainnya mengalami peningkatan gairah seksual, menurut Liewellyn Jones (2005 : 445).
Frekuensi hubungan seksual sangat bergantung pada dorongan seksual, keadaan fisik dan psikis, dan kehidupan bersama kedua pihak, frekuensi hubungan seks tiap orang tidak sama, tergantung umur, untuk pria dan wanita usia 40-55 tahun, melakukan hubungan seks sebanyak 3 hari sekali, masih dikatakan dalam kategori normal sedangkan untuk pria dan wanita usia 55 ke atas, apalagi yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas, melakukan hubungan seks seminggu sekali atau sebulan sekali masih dalam keadaan normal (Ayup, 2005).
Berdasarkan uraian tersebut di atas penulis tertarik untuk mengetahui gambaran aktivitas seksual pada wanita menopause yang ditinjau dari segi usia, frekuensi hubungan seksual dan kesehatan fisik.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah maka yang menjadi masalah pada penelitian ini adalah ”Bagaimana Gambaran Aktivitas Seksual pada Wanita Menopause di Desa .................. Kec. ..................” ?.

C. Ruang Lingkup Penelitian
Dalam penelitian ini ruang lingkup penelitian adalah sebagai berikut :
1. Jenis Penelitian : Deskriptif
2. Subjek Penelitian : Wanita yang telah menopause di Desa .................. yang penulis batasi pada usia 46 – 55 tahun dan yang masih mempunyai pasangan.
3. Objek Penelitian : Aktivitas seksual wanita menopause
4. Lokasi Penelitian : Desa .................., Kec. ...................
5. Waktu Penelitian : 6-11 Juni 2007




D. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum
Untuk mendapatkan gambaran tentang aktivitas seksual pada wanita menopause di Desa .................. Kec. ...................

2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui gambaran aktivitas seksual wanita menopause di tinjau dari segi usia.
b. Untuk mengetahui frekuensi aktivitas seksual pada wanita menopause
c. Untuk mengetahui gambaran aktivitas seksual wanita menopause ditinjau dari kesehatan fisik.

E. Manfaat Penelitian

1. Bagi Institusi
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan masukan bagi proses penelitian selanjutnya, terutama yang berhubungan dengan menopause.

2. Bagi Wanita Menopause
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi sehingga wanita menopause dapat menjalani kehidupan seksual, yang harmonis bersama pasangannya.
3. Bagi Peneliti
Sebagai penerapan mata kuliah metodelogi penelitian dan menambah pengalaman dalam penulisan KTI.

Delete this element to display blogger navbar

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | cheap international calls